Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumat, 20 Februari 2015

MENINJAU KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA MELALUI BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) TERHADAP MASYARAKAT MISKIN DALAM MENGENTASKAN KEMISKINAN



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Dalam suatu negara pasti ada saja masyarakat miskin karena hal itu merupakan stratifikasi sosial. Salah satu bentuk kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan ialah dengan memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada rakyat miskin di Indonesia. Dalam fenomena ini, pemerintah mengucurkan dana tunai atau dana langsung yang diterima oleh masyarakat melalui aparatur pemerintahan yang sebelumnya telah melakukan survey terkait penduduk mana saja yang berhak menerima dana tersebut. Kebijakan ini dilakukan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat kecil dan menengah untuk meningkatkan taraf hidup mereka, mengingat masih banyaknya penduduk yang dikategorikan miskin di Indonesia.
Penyebab kemiskinan di Indonesia sangat beragam, dimulai dari pendidikan yang rendah, etos kerja yang kurang, hingga budaya konsumerisme yang tinggi serta korupsi yang tumbuh subur. Itulah mengapa pemerintah memberikan dana BLT sebagai “perangsang” perekonomian masyarakat.

Bantuan Langsung Tunai atau yang sekarang berubah nama menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) untuk warga miskin merupakan dana kompensasi dari pemerintah karena adanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Bantuan tersebut diberikan kepada warga miskin dengan target mereka tidak kaget secara berlebihan begitu menghadapi harga BBM naik yang diikuti dengan mahalnya harga kebutuhan bahan pokok. Bantuan ini menjadi pilihan bagi pemerintah karena sifatnya langsung, namun apakah dalam dalam realisasinya benar-benar untuk rakyat, dan apakah sudah tepat sasaran melihat BLT pada periode sebelumnya.
Atas latar belakang demikian maka penulis tergugah hatinya untuk mencoba membuat makalah dengan judul MENINJAU KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA MELALUI BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) TERHADAP MASYARAKAT MISKIN DALAM MENGENTASKAN KEMISKINAN.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa itu BLT (Biaya Langsung Tunai) ?
2.      Apa tanggapan masyarakat Dusun Tipar, Desa Ligung Lor, Kec. Ligung Kab. Majalengka tentang BLT (Biaya Langsung Tunai) ?
3.      Bagaimana solusi dan upaya pemerintah dalam meminimalisir dan mengentaskan kemiskinan di Indonesia ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui apa itu BLT (Biaya Langsung Tunai).
2.      Mengetahui secara realita tanggapan masyarakat Dusun Tipar, Desa Ligung Lor, Kec. Ligung Kab. Majalengka tentang BLT (Biaya Langsung Tunai).
3.      Menganalisis berfikir kritis dan mengetahui akan solusi dan upaya pemerintah dalam meminimalisir dan mengentaskan kemiskinan di Indonesia ?








BAB II
PEMBAHASAN


A.    BLT (Biaya Langsung Tunai)
Bantuan Langsung Tunai (BLT) merupakan salah satu program Pemerintahan SBY untuk meringankan beban hidup masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Kebijakan ini merupakan program subsidi pemerintah setelah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak tahun lalu. Kenaikan BMM diambil sebagai bentuk penyelamatan anggaran Negara akibat naiknya harga minyak dunia saat itu.[1] Dengan tujuan untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin, pemberian modal usaha kecil-kecilan bagi masyarakat miskin,yang tentu saja pemerintah berharap dengan adanya BLT akan merobah taraf perekonomian di Indonesia secara keseluruhan.
Masalah yang melatarbelakangi program BLT tidak lain dan tidak bukan hanyalah kemiskinan di Indonesia, yang makin hari makin bertambah. Diperkirakan lebih 30% penduduk di Indonesia tergolong miskin. Dan angka ini besar kemungkinan akan terus bertambah setiap tahunnya,dikarenakan populasi yang besar penduduk Indonesia yang berada pada penduduk miskin. Artinya , seorang penduduk miskin menikah dengan wanita miskin akan menambah deretan keluarga miskindan setelah melahirkan keluarga tersebut juga akan menyumbangkan penduduk miskin baru bagi daerahnya. Hal ini tidak bisa di pungkiri, karena jarang kita jumpai seorang miskin menikah denagn seorang wanita kaya, konglomerat ataupun jutawan, yang bisa mengangkat taraf perekonomiannya.
Kemiskinan di Indonesia sudah sangat komplit keberadaannya. Masyarakat tidak hanya miskin dalam artian tidak punya harta benda saja , akan tetapi yang lebih serius lagi masyarakat Indonesia juga miskin pendidikan, miskin ilmu pengetahuan, miskin kesehatan, miskin asupan gizi, serta miskin tempat tinggal, bahkan miskin rohani religius. Rendahnya tingkat pendidikan rumah tangga membuat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan kesehatan dan pendidikan anak-anak mereka.
Melihat kondisi tersebut, pemerintah sebagai pengambil kebijakn telah berusaha,untuk menekan kemiskinan, menekan beban pengeluaran masyarakat miskin, dengan kebijakan Bantuan Langsung Tunai ( BLT )
Pada tahun 2004 Pemerintah Indonesia memastikan harga minyak dunia naik, mereka pun memutuskan memotong subsidi minyak. Hal ini dilakukan dengan alasan BBM bersubsidi lebih banyak digunakan oleh orang-orang dari kalangan industri dan berstatus mampu. Lalu, setelah didata lebih lanjut, diketahui dari tahun 1998 sampai dengan 2005 penggunaan bahan bakar bersubsidi telah digunakan sebanyak 75 persen. Pemotongan subsidi terus terjadi hingga tahun 2008 dengan kenaikan sebesar 50 persen dari harga awal, karena harga minyak dunia kembali naik saat itu. Akibatnya, harga bahan-bahan pokok pun ikut naik.
Demi menanggulangi efek kenaikan harga bagi kelompok masyarakat miskin, pemerintah memperkenalkan program BLT kepada masyarakat untuk pertama kalinya di tahun 2005. Program ini dicetuskan oleh Jusuf Kalla tepat setelah dirinya dan Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan pemilihan umum presiden dan wakil presiden Indonesia di tahun 2004. Akhirnya, berdasarkan instruksi presiden nomor 12, digalakanlah program Bantuan Langsung Tunai tidak bersyarat pada Oktober tahun 2005 hingga Desember 2006 dengan target 19,2 juta keluarga miskin. Lalu, karena harga minyak dunia kembali naik, BLT pun kembali diselenggarakan pada tahun 2008 berdasarkan instruksi presiden Indonesia nomor 3 tahun 2008. Dan terakhir, di tahun 2013, pemerintah kembali menyelenggarakan BLT tetapi dengan nama baru: Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Secara mekanisme, BLSM sama seperti BLT, dan jumlah anggaran yang dikeluarkan untuk program ini adalah 3,8 triliun rupiah untuk 18,5 juta keluarga miskin, dengan uang tunai 100 ribu rupiah per bulannya.
Selain program BLT tak bersyarat, pemerintah juga menyelenggarakan program BLT bersyarat dengan nama Program Keluarga Harapan (PKH). PKH adalah program bantuan untuk keluarga miskin dengan syarat mereka harus menyekolahkan anaknya dan melakukan cek kesehatan rutin. Target utama dari program ini adalah keluarga miskin dengan anak berusia antara         0- 15 tahun, atau ibu yang sedang hamil pada saat mendaftar. Dana tunai akan diberikan kepada keluarga pendaftar selama enam tahun. Program ini menargetkan sekitar 2,4 juta keluarga miskin, dan telah diberikan ke 20 provinsi, 86 daerah, dan 739 sub daerah dengan jumlah telah menyentuh 816.000 keluarga miskin.
Tahapan pelaksanaan program bantuan langsung tunai di Indonesia umumnya dimulai dari sosialisasi, verifikasi data nama nominasi Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang akan diberikan bantuan, pembagian kartu BLT, pencairan dana, dan terakhir pembuatan laporan dan evaluasi. Mekanisme pembagian BLT yang terstruktur baru diberlakukan pada tahun 2008, dan mekanisme ini tetap digunakan pada tahun 2013.Tetapi di tahun 2013 penyelenggaran BLT tidak lagi menggunakan kartu, melainkan langsung dengan kartu penerima beras miskin (raskin). Rincian kerja dan mekanisme BLT adalah:[2]
 







Tidak semua lapisan masyarakat kelas bawah dapat serta merta menjadi penerima BLT, adapun kriteria masyarakat miskin yang dapat ditetapkan sebagai penerima BLT adalah (Sumatera Ekspress, 2008) : 
1.      Lantai bangunan rumah, kurang dari 8 m2/orang
2.      Jenis lantai terbuat dari tanah/kayu/bamboo
3.      Jenis dinding rumah terbuat dari bamboo, rumbia, kayu berkualitas rendah
4.      Tidak memiliki jamban sendiri
5.      Sumber air minum berasal dari sumur, sungai atau air hujan
6.      Bahan bakar untuk memasak dari kayu bakar, arang dan minyak tanah
7.      Hanya mengkonsumsi daging, susu dan ayam satu minggu sekali
8.      Hanya membeli satu setel pakain dalam setahun
9.      Hanya sanggup makan sebanyak satu atau dua kali setiap hari
10.  Tidak sanggup membayar pengobatan di puskesmas atau di poliklinik 
11.  Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 0,5 ha, buru tani, nelayan, buruh bangunan atau pekerjaan lainnya dengan upah dibawah Rp. 600.000/bulan
12.  Pendidikan tertinggi kepala keluarga SD
13.  Tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual minimal Rp. 500.000, seperti : motor, emas, ternak atau barang lainnya
14.  Sumber penerangan bukan dari listrik.[3]

Kebijakan penanggulangan kemiskinan melalui BLT, secara umum masih terdapat banyak kelemahan. Setidaknya ada empat kelemahan dalam penerapan kebijakan BLT yang telah dilaksanakan oleh pemerintah. :
Pertama, kebijakan BLT dilaksanakan secara seragam (general) tanpa melihat konteks sosial, ekonomi, dan budaya disetiap wilayah (komunitas). 
Kedua, definisi dan pengukuran kemiskinan lebih banyak di pengaruhi pihak luar (externally imposed) dan memakai parameter yang terlalu ekonomis. Implikasinya adalah konsep penanganan kemiskinan mengalami bias sasaran dari hakikat kemiskinan itu sendiri. 
Ketiga, penanganan program pengentasan kemiskinan mengalami birokratisasi yang dalam, sehingga banyak yang gagal akibat belitan prosedur yang terlampau panjang.
Keempat, kebijakan penanganan kemiskinan sering ditumpangi oleh kepentingan politik yang amat kental sehingga tidak mempunyai muatan atau makna dalam penguatan perekonomian masyarakat miskin.
Kebijakan BLT nyatanya belum cocok mengatasi permasalahan ini, sehingga kebijakan itu tidak berhasil karena program yang dirancang dalam pengentasan kemiskinan tidak sesuai dengan kebutuhan yag diperlukan masyarakat miskin[4]

B.     Tanggapan Masyarakat Dusun Tipar, Desa Ligung Lor, Kec. Ligung Kab. Majalengka Tentang BLT (Biaya Langsung Tunai)

Menurut bapak Toni (55) seorang kiai di Dusun Tipar mengatakan bahwa “BLT (Biaya Langsung Tunai) itu hanya menambah masalah dalam masalah! Mengapa demikian?karena dari pengalaman dulu waktu BLT dibagikan contoh realnya aja disini banyak sekali masalah-masalah yang timbul salah satu contohnya pembagianya yang tidak merata ataupun BLT tersebut tidak tepat sasaran (alias salah kirim),bahkan ada oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan BLT tersebut demi kesenangan dia semata.”
Tanggapan yang serupa juga dikatakan pula oleh bapak tohid (46) bahwa, “Pemberian BLT kepada masyarakat miskin, sebenarnya merupakan ide yang cukup baik yang dicanangkan guna membantu masyarakat miskin. Namun, seperti yang kita ketahui bahwa ternyata BLT ini belum sepenuhnya tepat sasaran,selain karena sebagian dari penerima BLT tersebut adalah orang-orang berada di atas garis kemiskinan, ternyata kebanyakan masyarakat penerima BLT ini tidak memanfaatkan bantuan yang diberikan sebagai mana mestinya. melainkan hanya digunakan untuk berfoya-foya seperti membeli perabotan rumah tangga, pakaian dll”.
Ya saya sangat sependapat sekali, betul sekali tanggapan dari bapak tohid, padahal tujuan utama dari pemberian BLT ini adalah untuk menekan angka kemiskinan yang ada di Negara kita seperti yang diungkapkan oleh Andi malarangeng dan menteri sosial, bawasannya apabila masyarakat diberikan dana BLT , masyarakat akan merasa terbantu, akan tetapi dana tersebut juga akan cepat habis, karena tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya seperti membuka usaha rumah tangga sehingga perputaran uang bantuan tersebut bisa dirasakan terus-menerus, tidak untuk dihabiskan dalam sekejap.
Terdapat tanggapan lain pula yang dilontarkan oleh bu atikah (43) bahwa “BLT memang ada manfaatnya, namun hanya sementara dan uang BLT tidak seimbang dengan kenaikan harga kebutuhan pokok.”
Bapak Saiful (38), mengaku bahwa pemberian BLSM yang akan diberikan nanti tidak akan banyak menolong dirinya. Selain sifatnya yang hanya sementara, saiful juga mengeluh akan mengalami kesulitan jika pengambilan BLT/BLSM nanti harus melewati antrean yang panjang dan rawan kericuhan seperti pengambilan BLT dulu. “Dulu saja saya harus desak-desakan tiap ada pengambilan BLT, susah banget prosesnya,” keluhnya. Pedagang ketoprak keliling itu pun mengaku lebih memilih agar BBM tidak dinaikkan daripada harus mengantri berebut BLT/BLSM
Senada dengan bapak saiful, ibu Nur (41) juga mengaku lebih memilih agar BBM tidak dinaikkan daripada menerima BLSM. Dia mengaku sulit jika harus berdesak-desakan saat pengambilan BLSM. Wanita paruh baya yang sehari-hari bekerja menjaga warung kecil miliknya ini mengaku akan lebih baik jika BLSM diberikan dalam satu periode saja, tetapi dengan jumlah yang sekaligus besar, sehingga bisa digunakan sebagai tambahan modal usaha. “Kalau dikasihnya dikit-dikit begitu sih, cuma habis buat kebutuhan rumah tangga saja,” ujarnya.
Sementara itu, bapak Ali (42) mengaku sudah kapok dengan BLT dan sejenisnya. Pria yang sehari-harinya bekerja sebagai cleaning service ini mengaku bahwa dirinya tidak hanya disulitkan dengan antrean yang panjang dan berdesak-desakan, tapi juga dengan syarat administrasi yang sulit. “Mengurus syarat-syaratnya saja sudah susah, waktu syarat-syaratnya sudah lengkap, harus desak-desakan. Setelah berjam-jam desak-desakan, uangnya sudah habis dan saya tidak kebagian. Kapok saya!” keluh bapak empat anak tersebut.
Dan pak Hengki (36), juga mengungkapkan hal yang sama. “Syarat untuk dapat BLT itu susah sekali, heran saya,” ujarnya. Meskipun begitu, pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek ini mengaku terpaksa mengikuti proses pembagian BLT karena itulah satu-satunya opsi bantuan dari pemerintah. Baginya, sedikit banyak, BLT dapat membantu meringankan beban dirinya dan keluarga. “Ya kalau tidak diambil kan sayang. Walaupun harus desak-desakan, tidak masalah lah, namanya perjuangan,” ujarnya.
Namun ketika ditanya tentang pendapat Jokowi mengenai pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), Jokowi mengaku tidak setuju. Orang nomor satu di Jakarta itu berpendapat bahwa seharusnya bantuan tersebut diberikan dalam bentuk usaha produktif, seperti usaha kecil dan rumah tangga yang produktif kepada masyarakat yang membutuhkan. Sementara menurutnya, BLSM yang akan digelontorkan oleh pemerintah ini akan memberikan pendidikan yang tidak baik kepada masyarakat. “Dari dulu saya enggak setuju BLT, yang BLSM ini juga, semuanya,” kata Jokowi di Balai Kota Jakarta, Senin 17 Juni 2013.Sedangkan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok juga berpendapat sama. Ahok tidak menyukai adanya BLT dan BLSM untuk masyarakat. Ia lebih setuju jika pemerintah memberikan keadilan sosial yang merata yaitu dengan adanya jaminan kesehatan, pendidikan, transportasi yang murah untuk rakyat, jaminan perumahan, jaminan tempat usaha, dan jaminan sembako tidak naik.[5]
Apabila kita berfikir ulang, BLT itu hanya bisa dipakai jangka pendek trus rakyat indonesia sendiri menurutku itu tidak bisa mengolah dana BLT dan gampang habis. Adapun kebijakan yang harus dilakukan itu bukan memberikan BLT yang jelas-jelas Uang yang langsung, tetapi menurutku pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan lain yang bersifat jangka panjang contoh kecilnya aja uang BLT tersebut digunakan untuk membuat modal bagi rakyat kecil agar bisa membuat lapangan pekerjaan sendiri dan tentunya bersifat jangka panjang meskipun BBM naik, tapi pengangguran bisa diatasi, tentunya tidak menambah masalah dalam masalah. tetapi itu semua tergantung pemerintah yang membuat kebijakan, kalau pemerintahanya cerdas, pasti rakyatnya juga bakalan makmur dan tentunya cerdas juga.
C.    Solusi dan Upaya Pemerintah Dalam Meminimalisir dan Mengentaskan Kemiskinan di Indonesia

Solusi dan upaya pemerintah dalam meminimalisir dan mengentaskan kemiskinan di Indonesia diantaranya :
Pertama, Penggunaan uang elektronik. Penggunaan uang elektronik  ini adalah bagian dari uji coba program anyar penyaluran BLT. “Mulai tahun ini, penyaluran BLT akan memanfaatkan teknologi uang elektronik,” kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Ronald Waas di Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Rabu (8/10). Program uji coba penyaluran BLT ini dilakukan BI bersama dua bank milik pemerintah, yakni Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia. Ronald mengatakan uji coba ini merupakan bagian dari upaya BI mengedukasi warga mengenai pemanfaatan uang elektronik. “Bank Indonesia akan terus mendukung pemerintah dalam menyalurkan bantuan dengan bentuk lain,” ujarnya. Dalam menyalurkan BLT melalui skema e-money, BRI dan Bank Mandiri memanfaatkan database penerima bantuan yang diberikan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Penerima bantuan tinggal datang ke agen yang ditunjuk bank untuk mencairkan dana. Berdasarkan survei Bank Indonesia, hanya 48 persen rumah tangga di Indonesia yang mempunyai tabungan atau simpanan di bank. Menurut Ronald, hal ini membuktikan rendahnya akses masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan formal. “Sehingga perlu dilakukan peningkatan pengetahuan masyarakat melalui edukasi. salah satunya dengan uang elektronik,” paparnya.
Tahun ini, pemerintah menyalurkan BLT kepada sebesar Rp Rp 25,6 triliun. Dana bantuan ini menjadi kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi yang mulai berlaku 1 April 2012. (tpi/gbi)[6]
Kedua, Pemerintah harus menggalakan kemandirian masyarakat dengan memberikan bantuan berupa pembelajaran, pendidikan skill dan juga menggalakan kembali system koprasi  untuk diterapkan dimasyarakat, bukan hanya dengan memberikan bantuan langsung secara instan
Ketiga, Perlu dilakukannya pengkajian ulang mengenai tidakan yang seharusnya diambil pemerintah mengenai peningkatan kesejahteraan manusia sangat perlu dilakukan. Melihat hal yang diambil saat ini oleh pemerintah mengenai cara peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat kurang tepat dikarenakan hal yang sama pernah dilakukan dan hasilnya pun sangat tidak memuaskan. Solusi yang seharunya dikeluarkan pemerintah saat ini harus yang bersifat jangka panjang yang bukan hanya dapat langsung dinikmati hasilnya saat itu saja oleh penduduk  miskin. Pendidikan dan kesehatan bisa dikatakan sebagai kunci untuk membuat solusi baru dimana dapat meningkatkan kualitas pembangunan manusia di Indonesia. Mekanisme yang ditawarkan dalam program BLT pun dapat dikatakan sangat tidak efektif karena banyak BLT yang jatuh pada sasaran yang tepat dan bisa dikatakan pula kebijakan BLT yang tidak memiliki  syarat yang kongkrit tentang bagaimana cara memperolehnya justru malah membuat ketergantungan bagi penduduk miskin dinegara[7]
Keempat, program Padat Karya. Solusi terbaik bagaimana agar rakyat tetap ringan hidupnya dengan menerima uang untuk mengantisipasi kenaikan BBM, disatu sisi rakyat tidak diajarkan Malas yaitu Program Padat karya seperti pada era yang lalu, selain bermanfaat bagi rakyat miskin juga bermanfaat bagi masyarakat sekitar.





















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Bedasarkan kebijakan yang telah di ambil oleh pemerintah, terbukti bahwa kebijakan BLT ini belum dapat menolong masyarakat miskin di indonesia tetapi malah memanjakan masyarakat yang banyak mengkonsumsi BBM (pada umumnya orang bermobil) dengan harga bersubsidi. Kemiskinan merupakan masalah sosial yang sangat kompleks, karena itu butuh tinjauan menyeluruh dari berbagai aspek dan sudut pandang.
BLT adalah sebuah pembodohan, karena dengan adanya BLT memunculkan beberapa masalah :
1.      Mengajarkan rakyat untuk mengharap pemberian.
2.      Korupsi kelas teri di tingkat daerah atas rekayasa pengucuran BLT
3.      Banyak masyarakat akan berpura-pura miskin agar mendapat BLT
Banyak pihak menilai progam BLT tak efektif untuk mengatasi problem  kemiskinan, kenaikan BBM diyakini akan meningkatkan jumlah pengangguran dan angka kemiskinan.
BLT hanya sekedar memenuhi kebutuhan sesaat, karena dana tidak dipakai untuk kebutuhan produktif sehinga tidak berkelanjut. Dalam hal ini memberikan BLT kepada masyarakat sebeanrnya salah sasaran, dalam artian bahwa dengan adanya program BLT masyarakat cenderung menjadi pemalas dan hanya berharap uang yang sebenarnya tidak begitu banyak dari BLT yang seharusnya masyarakat menjadi yang kreatif dalam mengelola sumber daya alam yang ada. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang sebenarnya mampu namun ikut dalam program BLT          yang seharusnya hanya untuk masyarakat berekonomi kebawah, apakah sekarng masyarakat tidak malu mengakui dirinya miskin ?



B.     Saran
Oleh karena itu menurut penulis alangkah baiknya dari pada memberikan BLT lebih baik membangun lapangan kerja sehingga untuk memperkerjakan masyarakat miskin dan pengangguran karena apabila tidak sebagai orang yang bereokonomi menengah kebawah dizaman sekarang sangat sulit untuk bertahan hidup.

























DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Bantuan_langsung_tunai 19/12/2014; 04.43
http://forester-rimbawan.blogspot.com/2009/04/analisis-program-bantuan-lansung-tunai.html 19/12/2014;10.28
http://ciricara.com/2013/06/18/jokowi-dan-ahok-tidak-setuju-dengan-blt-dan-blsm/ 19/12/2014;11.10
http://www.globalindo.co/2014/10/08/blt-rp-25-t-tahun-ini-disalurkan-dalam-bentuk-e-money 19/12/2014;10.58
http://soal-soalsbmptn.blogspot.com/2013/11/analisis-kebijakan-bantuan-langsung.html 19/12/2014;10.54


[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Bantuan_langsung_tunai 19/12/2014; 04.43
[3] http://forester-rimbawan.blogspot.com/2009/04/analisis-program-bantuan-lansung-tunai.html 19/12/2014;10.28
[5] http://ciricara.com/2013/06/18/jokowi-dan-ahok-tidak-setuju-dengan-blt-dan-blsm/ 19/12/2014;11.10
[6] http://www.globalindo.co/2014/10/08/blt-rp-25-t-tahun-ini-disalurkan-dalam-bentuk-e-money 19/12/2014;10.58
[7] http://soal-soalsbmptn.blogspot.com/2013/11/analisis-kebijakan-bantuan-langsung.html 19/12/2014;10.54

0 komentar:

Posting Komentar