BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam suatu negara pasti ada saja masyarakat miskin karena hal itu
merupakan stratifikasi sosial. Salah satu bentuk kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan ialah dengan memberikan Bantuan
Langsung Tunai (BLT) kepada rakyat miskin di Indonesia. Dalam fenomena ini, pemerintah
mengucurkan dana tunai atau dana langsung yang diterima oleh masyarakat melalui
aparatur pemerintahan yang sebelumnya telah melakukan survey terkait penduduk
mana saja yang berhak menerima dana tersebut. Kebijakan ini dilakukan untuk
merangsang pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat kecil dan menengah untuk
meningkatkan taraf hidup mereka, mengingat masih banyaknya penduduk yang
dikategorikan miskin di Indonesia.
Penyebab kemiskinan di Indonesia sangat beragam, dimulai dari pendidikan
yang rendah, etos kerja yang kurang, hingga budaya konsumerisme yang tinggi
serta korupsi yang tumbuh subur. Itulah mengapa pemerintah memberikan dana BLT
sebagai “perangsang” perekonomian masyarakat.
Bantuan Langsung Tunai atau yang sekarang
berubah nama menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) untuk warga
miskin merupakan dana kompensasi dari pemerintah karena adanya kenaikan harga
bahan bakar minyak (BBM). Bantuan tersebut diberikan kepada warga miskin dengan
target mereka tidak kaget secara berlebihan begitu menghadapi harga BBM naik
yang diikuti dengan mahalnya harga kebutuhan bahan pokok. Bantuan ini menjadi
pilihan bagi pemerintah karena sifatnya langsung, namun apakah dalam dalam
realisasinya benar-benar untuk rakyat, dan apakah sudah tepat sasaran melihat
BLT pada periode sebelumnya.
Atas latar belakang demikian maka penulis
tergugah hatinya untuk mencoba membuat makalah dengan judul MENINJAU KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA
MELALUI BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) TERHADAP MASYARAKAT MISKIN DALAM
MENGENTASKAN KEMISKINAN.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa
itu BLT (Biaya Langsung Tunai) ?
2. Apa
tanggapan masyarakat Dusun Tipar, Desa Ligung Lor, Kec. Ligung Kab. Majalengka
tentang BLT (Biaya Langsung Tunai) ?
3. Bagaimana
solusi dan upaya pemerintah dalam meminimalisir dan mengentaskan kemiskinan di
Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui apa itu BLT (Biaya Langsung
Tunai).
2.
Mengetahui secara realita tanggapan
masyarakat Dusun Tipar, Desa Ligung Lor, Kec. Ligung Kab. Majalengka tentang
BLT (Biaya Langsung Tunai).
3.
Menganalisis berfikir kritis dan
mengetahui akan solusi dan upaya pemerintah dalam meminimalisir dan
mengentaskan kemiskinan di Indonesia ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. BLT (Biaya Langsung Tunai)
Bantuan Langsung Tunai (BLT) merupakan salah
satu program Pemerintahan SBY untuk meringankan beban hidup masyarakat miskin
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Kebijakan ini merupakan program subsidi
pemerintah setelah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak tahun lalu. Kenaikan BMM
diambil sebagai bentuk penyelamatan anggaran Negara akibat naiknya harga minyak
dunia saat itu.[1] Dengan
tujuan untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin, pemberian modal
usaha kecil-kecilan bagi masyarakat miskin,yang tentu saja pemerintah berharap
dengan adanya BLT akan merobah taraf perekonomian di Indonesia secara
keseluruhan.
Masalah yang melatarbelakangi program BLT tidak lain dan tidak bukan
hanyalah kemiskinan di Indonesia, yang makin hari makin bertambah. Diperkirakan
lebih 30% penduduk di Indonesia tergolong miskin. Dan angka ini besar
kemungkinan akan terus bertambah setiap tahunnya,dikarenakan populasi yang
besar penduduk Indonesia yang berada pada penduduk miskin. Artinya , seorang
penduduk miskin menikah dengan wanita miskin akan menambah deretan keluarga
miskindan setelah melahirkan keluarga tersebut juga akan menyumbangkan penduduk
miskin baru bagi daerahnya. Hal ini tidak bisa di pungkiri, karena jarang kita
jumpai seorang miskin menikah denagn seorang wanita kaya, konglomerat ataupun
jutawan, yang bisa mengangkat taraf perekonomiannya.
Kemiskinan di Indonesia sudah sangat komplit keberadaannya. Masyarakat
tidak hanya miskin dalam artian tidak punya harta benda saja , akan tetapi yang
lebih serius lagi masyarakat Indonesia juga miskin pendidikan, miskin ilmu
pengetahuan, miskin kesehatan, miskin asupan gizi, serta miskin tempat tinggal,
bahkan miskin rohani religius. Rendahnya tingkat pendidikan rumah tangga
membuat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan kesehatan dan pendidikan
anak-anak mereka.
Melihat kondisi tersebut, pemerintah sebagai pengambil kebijakn telah berusaha,untuk
menekan kemiskinan, menekan beban pengeluaran masyarakat miskin, dengan
kebijakan Bantuan Langsung Tunai ( BLT )
Pada tahun 2004 Pemerintah Indonesia memastikan harga minyak dunia naik,
mereka pun memutuskan memotong subsidi minyak. Hal ini dilakukan dengan alasan
BBM bersubsidi lebih banyak digunakan oleh orang-orang dari kalangan industri
dan berstatus mampu. Lalu, setelah didata lebih lanjut, diketahui dari tahun
1998 sampai dengan 2005 penggunaan bahan bakar bersubsidi telah digunakan
sebanyak 75 persen. Pemotongan subsidi terus terjadi hingga tahun 2008 dengan
kenaikan sebesar 50 persen dari harga awal, karena harga minyak dunia kembali
naik saat itu. Akibatnya, harga bahan-bahan pokok pun ikut naik.
Demi menanggulangi efek kenaikan harga bagi kelompok masyarakat miskin,
pemerintah memperkenalkan program BLT kepada masyarakat untuk pertama kalinya
di tahun 2005. Program ini dicetuskan oleh Jusuf Kalla tepat setelah
dirinya dan Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan pemilihan umum presiden dan wakil presiden Indonesia
di tahun 2004. Akhirnya, berdasarkan instruksi presiden nomor 12, digalakanlah
program Bantuan Langsung Tunai tidak bersyarat pada Oktober tahun 2005 hingga
Desember 2006 dengan target 19,2 juta keluarga miskin. Lalu, karena harga
minyak dunia kembali naik, BLT pun kembali diselenggarakan pada tahun 2008
berdasarkan instruksi presiden Indonesia nomor 3 tahun 2008. Dan terakhir, di
tahun 2013, pemerintah kembali menyelenggarakan BLT tetapi dengan nama baru: Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat (BLSM). Secara mekanisme, BLSM sama seperti BLT, dan
jumlah anggaran yang dikeluarkan untuk program ini adalah 3,8 triliun rupiah
untuk 18,5 juta keluarga miskin, dengan uang tunai 100 ribu rupiah per
bulannya.
Selain program BLT tak bersyarat, pemerintah juga menyelenggarakan program
BLT bersyarat dengan nama Program Keluarga Harapan (PKH). PKH adalah program bantuan
untuk keluarga miskin dengan syarat mereka harus menyekolahkan anaknya dan
melakukan cek kesehatan rutin. Target utama dari program ini adalah keluarga
miskin dengan anak berusia antara
0- 15 tahun, atau ibu yang sedang hamil pada saat mendaftar. Dana tunai akan
diberikan kepada keluarga pendaftar selama enam tahun. Program ini menargetkan
sekitar 2,4 juta keluarga miskin, dan telah diberikan ke 20 provinsi, 86
daerah, dan 739 sub daerah dengan jumlah telah menyentuh 816.000 keluarga
miskin.
Tahapan pelaksanaan program bantuan langsung tunai di Indonesia umumnya
dimulai dari sosialisasi, verifikasi data nama nominasi Rumah Tangga Sasaran
(RTS) yang akan diberikan bantuan, pembagian kartu BLT, pencairan dana, dan
terakhir pembuatan laporan dan evaluasi. Mekanisme pembagian BLT yang
terstruktur baru diberlakukan pada tahun 2008, dan mekanisme ini tetap
digunakan pada tahun 2013.Tetapi di tahun 2013 penyelenggaran BLT tidak lagi
menggunakan kartu, melainkan langsung dengan kartu penerima beras miskin (raskin). Rincian
kerja dan mekanisme BLT adalah:[2]
Tidak semua
lapisan masyarakat kelas bawah dapat serta merta menjadi penerima BLT, adapun
kriteria masyarakat miskin yang dapat ditetapkan sebagai penerima BLT adalah
(Sumatera Ekspress, 2008) :
1.
Lantai bangunan rumah, kurang dari 8 m2/orang
2. Jenis lantai
terbuat dari tanah/kayu/bamboo
3. Jenis
dinding rumah terbuat dari bamboo, rumbia, kayu berkualitas rendah
4. Tidak
memiliki jamban sendiri
5. Sumber air
minum berasal dari sumur, sungai atau air hujan
6. Bahan bakar
untuk memasak dari kayu bakar, arang dan minyak tanah
7. Hanya
mengkonsumsi daging, susu dan ayam satu minggu sekali
8. Hanya
membeli satu setel pakain dalam setahun
9. Hanya
sanggup makan sebanyak satu atau dua kali setiap hari
10. Tidak
sanggup membayar pengobatan di puskesmas atau di poliklinik
11. Sumber
penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 0,5 ha, buru tani,
nelayan, buruh bangunan atau pekerjaan lainnya dengan upah dibawah Rp.
600.000/bulan
12. Pendidikan
tertinggi kepala keluarga SD
13. Tidak
memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual minimal Rp. 500.000, seperti :
motor, emas, ternak atau barang lainnya
Kebijakan penanggulangan kemiskinan melalui BLT, secara umum masih terdapat
banyak kelemahan. Setidaknya ada empat kelemahan dalam penerapan kebijakan BLT
yang telah dilaksanakan oleh pemerintah. :
Pertama, kebijakan BLT dilaksanakan secara
seragam (general) tanpa melihat konteks sosial, ekonomi, dan budaya disetiap
wilayah (komunitas).
Kedua, definisi dan pengukuran
kemiskinan lebih banyak di pengaruhi pihak luar (externally imposed) dan
memakai parameter yang terlalu ekonomis. Implikasinya adalah konsep penanganan
kemiskinan mengalami bias sasaran dari hakikat kemiskinan itu sendiri.
Ketiga, penanganan program pengentasan
kemiskinan mengalami birokratisasi yang dalam, sehingga banyak yang gagal
akibat belitan prosedur yang terlampau panjang.
Keempat, kebijakan penanganan kemiskinan
sering ditumpangi oleh kepentingan politik yang amat kental sehingga tidak
mempunyai muatan atau makna dalam penguatan perekonomian masyarakat miskin.
Kebijakan BLT nyatanya belum cocok mengatasi permasalahan ini, sehingga
kebijakan itu tidak berhasil karena program yang dirancang dalam pengentasan
kemiskinan tidak sesuai dengan kebutuhan yag diperlukan masyarakat miskin[4]
B. Tanggapan Masyarakat Dusun Tipar,
Desa Ligung Lor, Kec. Ligung Kab. Majalengka Tentang BLT (Biaya Langsung Tunai)
Menurut
bapak Toni (55) seorang kiai di Dusun Tipar mengatakan bahwa “BLT (Biaya Langsung Tunai) itu hanya
menambah masalah dalam masalah! Mengapa
demikian?karena dari pengalaman dulu waktu BLT dibagikan contoh realnya aja disini
banyak sekali masalah-masalah yang timbul salah satu contohnya pembagianya yang tidak merata
ataupun BLT tersebut tidak tepat sasaran (alias salah kirim),bahkan ada oknum-oknum
tertentu yang memanfaatkan BLT tersebut demi kesenangan dia semata.”
Tanggapan yang serupa juga dikatakan
pula oleh bapak tohid (46) bahwa, “Pemberian
BLT kepada masyarakat miskin, sebenarnya merupakan ide yang cukup baik yang
dicanangkan guna membantu masyarakat miskin. Namun, seperti yang kita ketahui
bahwa ternyata BLT ini belum sepenuhnya tepat sasaran,selain karena sebagian
dari penerima BLT tersebut adalah orang-orang berada di atas garis kemiskinan,
ternyata kebanyakan masyarakat penerima BLT ini tidak memanfaatkan bantuan yang
diberikan sebagai mana mestinya. melainkan hanya digunakan untuk berfoya-foya
seperti membeli perabotan rumah tangga, pakaian dll”.
Ya saya sangat sependapat sekali,
betul sekali tanggapan dari bapak tohid, padahal tujuan utama dari pemberian
BLT ini adalah untuk menekan angka kemiskinan yang ada di Negara kita seperti
yang diungkapkan oleh Andi malarangeng dan menteri sosial, bawasannya apabila
masyarakat diberikan dana BLT , masyarakat akan merasa terbantu, akan tetapi
dana tersebut juga akan cepat habis, karena tidak dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya seperti membuka usaha rumah tangga sehingga perputaran uang
bantuan tersebut bisa dirasakan terus-menerus, tidak untuk dihabiskan dalam
sekejap.
Terdapat
tanggapan lain pula yang dilontarkan oleh bu atikah (43) bahwa “BLT memang ada manfaatnya, namun hanya
sementara dan uang BLT tidak seimbang dengan kenaikan harga kebutuhan pokok.”
Bapak Saiful (38), mengaku bahwa pemberian BLSM yang akan diberikan nanti
tidak akan banyak menolong dirinya. Selain sifatnya yang hanya sementara,
saiful juga mengeluh akan mengalami kesulitan jika pengambilan BLT/BLSM nanti
harus melewati antrean yang panjang dan rawan kericuhan seperti pengambilan BLT
dulu. “Dulu saja saya harus desak-desakan
tiap ada pengambilan BLT, susah banget prosesnya,” keluhnya. Pedagang
ketoprak keliling itu pun mengaku lebih memilih agar BBM tidak dinaikkan
daripada harus mengantri berebut BLT/BLSM
Senada
dengan bapak saiful, ibu Nur (41) juga mengaku lebih memilih agar BBM tidak
dinaikkan daripada menerima BLSM. Dia mengaku sulit jika harus berdesak-desakan
saat pengambilan BLSM. Wanita paruh baya yang sehari-hari bekerja menjaga
warung kecil miliknya ini mengaku akan lebih baik jika BLSM diberikan dalam
satu periode saja, tetapi dengan jumlah yang sekaligus besar, sehingga bisa
digunakan sebagai tambahan modal usaha. “Kalau
dikasihnya dikit-dikit begitu sih, cuma habis buat kebutuhan rumah tangga
saja,” ujarnya.
Sementara
itu, bapak Ali (42) mengaku sudah kapok dengan BLT dan sejenisnya. Pria yang
sehari-harinya bekerja sebagai cleaning service ini mengaku bahwa dirinya tidak
hanya disulitkan dengan antrean yang panjang dan berdesak-desakan, tapi juga
dengan syarat administrasi yang sulit. “Mengurus
syarat-syaratnya saja sudah susah, waktu syarat-syaratnya sudah lengkap, harus
desak-desakan. Setelah berjam-jam desak-desakan, uangnya sudah habis dan saya
tidak kebagian. Kapok saya!” keluh bapak empat anak tersebut.
Dan pak Hengki
(36), juga mengungkapkan hal yang sama. “Syarat
untuk dapat BLT itu susah sekali, heran saya,” ujarnya. Meskipun begitu,
pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek ini mengaku terpaksa
mengikuti proses pembagian BLT karena itulah satu-satunya opsi bantuan dari
pemerintah. Baginya, sedikit banyak, BLT dapat membantu meringankan beban
dirinya dan keluarga. “Ya kalau tidak
diambil kan sayang. Walaupun harus desak-desakan, tidak masalah lah, namanya
perjuangan,” ujarnya.
Namun ketika ditanya tentang pendapat Jokowi mengenai pemberian Bantuan
Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), Jokowi mengaku tidak setuju. Orang
nomor satu di Jakarta itu berpendapat bahwa seharusnya bantuan tersebut
diberikan dalam bentuk usaha produktif, seperti usaha kecil dan rumah tangga
yang produktif kepada masyarakat yang membutuhkan. Sementara menurutnya, BLSM
yang akan digelontorkan oleh pemerintah ini akan memberikan pendidikan yang
tidak baik kepada masyarakat. “Dari dulu
saya enggak setuju BLT, yang BLSM ini juga, semuanya,” kata Jokowi di Balai
Kota Jakarta, Senin 17 Juni 2013.Sedangkan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok juga
berpendapat sama. Ahok tidak menyukai adanya BLT dan BLSM untuk masyarakat. Ia
lebih setuju jika pemerintah memberikan keadilan sosial yang merata yaitu
dengan adanya jaminan kesehatan, pendidikan, transportasi yang murah
untuk rakyat, jaminan perumahan, jaminan tempat usaha, dan jaminan sembako
tidak naik.[5]
Apabila kita
berfikir ulang, BLT itu hanya bisa dipakai jangka pendek trus rakyat indonesia
sendiri menurutku itu tidak bisa mengolah dana BLT dan gampang habis. Adapun
kebijakan yang harus dilakukan itu bukan memberikan BLT yang jelas-jelas Uang
yang langsung, tetapi menurutku pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan lain
yang bersifat jangka panjang contoh kecilnya aja uang BLT tersebut digunakan
untuk membuat modal bagi rakyat kecil agar bisa membuat lapangan pekerjaan
sendiri dan tentunya bersifat jangka panjang meskipun BBM naik, tapi
pengangguran bisa diatasi, tentunya tidak menambah masalah dalam masalah. tetapi
itu semua tergantung pemerintah yang membuat kebijakan, kalau pemerintahanya
cerdas, pasti rakyatnya juga bakalan makmur dan tentunya cerdas juga.
C. Solusi dan Upaya Pemerintah Dalam
Meminimalisir dan Mengentaskan Kemiskinan di Indonesia
Solusi dan upaya pemerintah dalam meminimalisir dan mengentaskan kemiskinan
di Indonesia diantaranya :
Pertama, Penggunaan
uang elektronik. Penggunaan uang elektronik ini adalah bagian dari uji coba program anyar
penyaluran BLT. “Mulai tahun ini, penyaluran BLT akan memanfaatkan teknologi
uang elektronik,” kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Ronald Waas di
Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Rabu (8/10). Program uji coba penyaluran BLT ini
dilakukan BI bersama dua bank milik pemerintah, yakni Bank Mandiri dan Bank
Rakyat Indonesia. Ronald mengatakan uji coba ini merupakan bagian dari upaya BI
mengedukasi warga mengenai pemanfaatan uang elektronik. “Bank Indonesia akan
terus mendukung pemerintah dalam menyalurkan bantuan dengan bentuk lain,”
ujarnya. Dalam menyalurkan BLT melalui skema e-money, BRI dan Bank Mandiri
memanfaatkan database penerima bantuan yang diberikan oleh Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Penerima bantuan tinggal datang ke agen
yang ditunjuk bank untuk mencairkan dana. Berdasarkan survei Bank Indonesia,
hanya 48 persen rumah tangga di Indonesia yang mempunyai tabungan atau simpanan
di bank. Menurut Ronald, hal ini membuktikan rendahnya akses masyarakat
terhadap lembaga jasa keuangan formal. “Sehingga perlu dilakukan peningkatan
pengetahuan masyarakat melalui edukasi. salah satunya dengan uang elektronik,”
paparnya.
Tahun ini, pemerintah menyalurkan BLT kepada sebesar Rp Rp 25,6 triliun. Dana bantuan ini menjadi kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi yang mulai berlaku 1 April 2012. (tpi/gbi)[6]
Tahun ini, pemerintah menyalurkan BLT kepada sebesar Rp Rp 25,6 triliun. Dana bantuan ini menjadi kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi yang mulai berlaku 1 April 2012. (tpi/gbi)[6]
Kedua, Pemerintah
harus menggalakan kemandirian masyarakat dengan memberikan bantuan berupa
pembelajaran, pendidikan skill dan juga menggalakan kembali system
koprasi untuk diterapkan dimasyarakat, bukan hanya dengan memberikan
bantuan langsung secara instan
Ketiga, Perlu
dilakukannya pengkajian ulang mengenai tidakan yang seharusnya diambil
pemerintah mengenai peningkatan kesejahteraan manusia sangat perlu dilakukan.
Melihat hal yang diambil saat ini oleh pemerintah mengenai cara peningkatan
kesejahteraan masyarakat sangat kurang tepat dikarenakan hal yang sama pernah
dilakukan dan hasilnya pun sangat tidak memuaskan. Solusi yang seharunya
dikeluarkan pemerintah saat ini harus yang bersifat jangka panjang yang bukan
hanya dapat langsung dinikmati hasilnya saat itu saja oleh penduduk
miskin. Pendidikan dan kesehatan bisa dikatakan sebagai kunci untuk membuat
solusi baru dimana dapat meningkatkan kualitas pembangunan manusia di Indonesia.
Mekanisme yang ditawarkan dalam program BLT pun dapat dikatakan sangat tidak
efektif karena banyak BLT yang jatuh pada sasaran yang tepat dan bisa dikatakan
pula kebijakan BLT yang tidak memiliki syarat yang kongkrit tentang
bagaimana cara memperolehnya justru malah membuat ketergantungan bagi penduduk
miskin dinegara[7]
Keempat, program
Padat Karya. Solusi terbaik bagaimana agar rakyat tetap ringan hidupnya dengan
menerima uang untuk mengantisipasi kenaikan BBM, disatu sisi rakyat tidak
diajarkan Malas yaitu Program Padat karya seperti pada era yang lalu,
selain bermanfaat bagi rakyat miskin juga bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bedasarkan kebijakan yang telah di ambil oleh pemerintah, terbukti bahwa
kebijakan BLT ini belum dapat menolong masyarakat miskin di indonesia tetapi
malah memanjakan masyarakat yang banyak mengkonsumsi BBM (pada umumnya orang
bermobil) dengan harga bersubsidi. Kemiskinan merupakan masalah sosial yang
sangat kompleks, karena itu butuh tinjauan menyeluruh dari berbagai aspek dan
sudut pandang.
BLT adalah
sebuah pembodohan, karena dengan adanya BLT memunculkan beberapa masalah :
1.
Mengajarkan rakyat untuk mengharap pemberian.
2.
Korupsi kelas teri di tingkat daerah atas rekayasa
pengucuran BLT
3.
Banyak masyarakat akan berpura-pura miskin agar
mendapat BLT
Banyak pihak menilai progam BLT tak efektif untuk mengatasi problem
kemiskinan, kenaikan BBM diyakini akan meningkatkan jumlah pengangguran
dan angka kemiskinan.
BLT hanya sekedar memenuhi kebutuhan sesaat, karena dana tidak dipakai
untuk kebutuhan produktif sehinga tidak berkelanjut. Dalam hal ini memberikan
BLT kepada masyarakat sebeanrnya salah sasaran, dalam artian bahwa dengan
adanya program BLT masyarakat cenderung menjadi pemalas dan hanya berharap uang
yang sebenarnya tidak begitu banyak dari BLT yang seharusnya masyarakat menjadi
yang kreatif dalam mengelola sumber daya alam yang ada. Bahkan tidak sedikit
masyarakat yang sebenarnya mampu namun ikut dalam program BLT yang seharusnya hanya untuk masyarakat
berekonomi kebawah, apakah sekarng masyarakat tidak malu mengakui dirinya
miskin ?
B. Saran
Oleh karena itu menurut penulis
alangkah baiknya dari pada memberikan BLT lebih baik membangun lapangan kerja
sehingga untuk memperkerjakan masyarakat miskin dan pengangguran karena apabila
tidak sebagai orang yang bereokonomi menengah kebawah dizaman sekarang sangat
sulit untuk bertahan hidup.
DAFTAR
PUSTAKA
http://tabloidmasjidnus.wordpress.com/edisi/tabloid-masjid-nusantara-edisi-i/bantuan-langsung-tunai-blt-bentuk-nyata-wujudkan-keadilan-ekonomi/ 19/12/2014;04.46
http://id.wikipedia.org/wiki/Bantuan_langsung_tunai
19/12/2014; 04.43
http://forester-rimbawan.blogspot.com/2009/04/analisis-program-bantuan-lansung-tunai.html
19/12/2014;10.28
http://jonifirmansyahfull.blogspot.com/2012/11/meninjau-kebijakan-pemerintah-dalam.html 19/12/2014; 11.19
http://ciricara.com/2013/06/18/jokowi-dan-ahok-tidak-setuju-dengan-blt-dan-blsm/
19/12/2014;11.10
http://www.globalindo.co/2014/10/08/blt-rp-25-t-tahun-ini-disalurkan-dalam-bentuk-e-money
19/12/2014;10.58
http://soal-soalsbmptn.blogspot.com/2013/11/analisis-kebijakan-bantuan-langsung.html
19/12/2014;10.54
[2]
http://id.wikipedia.org/wiki/Bantuan_langsung_tunai 19/12/2014; 04.43
[3]
http://forester-rimbawan.blogspot.com/2009/04/analisis-program-bantuan-lansung-tunai.html
19/12/2014;10.28
[5]
http://ciricara.com/2013/06/18/jokowi-dan-ahok-tidak-setuju-dengan-blt-dan-blsm/
19/12/2014;11.10
[6]
http://www.globalindo.co/2014/10/08/blt-rp-25-t-tahun-ini-disalurkan-dalam-bentuk-e-money
19/12/2014;10.58
[7]
http://soal-soalsbmptn.blogspot.com/2013/11/analisis-kebijakan-bantuan-langsung.html
19/12/2014;10.54
0 komentar:
Posting Komentar