BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Teori modernisasi pertama kali dicetuskan oleh Pearsons and Rostow yang mengatakan
westernisasi (modernisasi ala barat) adalah upaya yang diinginkan dan proses
yang penting untuk negara-negara di dunia non-Barat dalam mencapai kemajuannya.
Atau westernisasi dapat diartikan pembaratan, yakni hidup modern seperti yang
dilakukan dan diperlihatkan orang sehari-hari di negara Barat.[1] Teori ini didasarkan pada pembagian dalam dua
bagian yang saling bertentangan antara apa yang disebut dengan modern dan
tradisional, tak hanya itu teori modernisasi menjelaskan tentang proses
transformasi dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern.
Modernisasi
merupakan proses perubahan terhadap sistem ekonomi, sosial dan politik yang
berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara dari abad ke-17 sampai ke-19 yang
kemudian menyebar ke negara Eropa lainnya. [2]
Sebenarnya kata modernisasi sudah tak asing lagi
didengar. Memang adanya modernisasi dapat menunjukan adanya dampak positif
tetapi ada pula dampak negatifnya bagi kehidupan sosial kita. Bagaimana pun
juga, modernisasi lahir dari negara-negara barat yang memiliki nilai-nilai
dasar kebudayaan yang berbeda dari kita. Modernisasi di Barat berlangsung
sebagai proses alamiah yang wajar tanpa direkayasa, sedangkan modernisasi di
Indonesia dan negara-negara Dunia Kedua serta Dunia Ketiga merupakan proses
peniruan. Adanya perbedaan latar belakang budaya, peniruan modernisasi sering
menimbulkan dampak negatif. Ibarat memetik buah, isinya ditinggalkan justru
kulitnya diambil. Karena yang terjadi kadang-kadang bukan modernisasi tetapi
westernisasi.
Atas dasar latar belakang tersebut penulis mencoba
menyusun makalah ini dengan judul “TEORI
MODERNISASI”
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah
dalam makalah ini adalah:
1. Bagimanakah
kepribadian modern ?
2. Bagaimanakah
kritik terhadap konsep modernisasi ?
3. Bagaimanakah
kekecewaan atas modernitas, post-modern ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan
dalam makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui bagaimana kepribadian modern.
2. Untuk
mengetahui kritik terhadap konsep modernisasi.
3. Dan
untuk mengetahui kekecewaan atas modernitas, post-modern.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kpribadian
Modern
Modernisasi dapat diartikan sebagai suatu proses
perubahan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan masyarakat hidup sesuai
dengan tingkat perkembangan zaman. Dalam menelaah ciri-ciri pokok dari
masyarakat modern tersebut, penting kiranya untuk menelaah manusia modern. Bagaimana
pun juga modernisasi dimulai dari manusianya dan semua itu adalah untuk
meningkatkan kemampuan manusia didalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya.
Dalam hal ini, Soejono Soekonto menunjukan beberapa ciri pokok manusia modern,
yaitu sebagai berikut [3]:
a. Bersikap
terbuka terhadap pengalaman baru maupun penemuan baru.
b. Senantiasa
selalu siap menerima perubahan setelah ia menilai kekurangan yang dihadapinya
saat itu.
c. Peka
terhadap masalah yang terjadi disekitarnya.
d. Manusia
modern lebih banyak berorientasi ke masa kini dan masa mendatang.
e. Manusia
modern senantiasa harus menyadari potensi yang ada pada dirinya dan yakin bahwa
potensi tersebut dapat dikembangkan.
f. Manusia
modern adalah manusia yang peka perencanaan.
g. Manusia
modern tidak pasrah pada nasib.
h. Manusia
modern percaya pada kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan
kesejahteraan umat manusia.
i. Manusia
modern menyadari dan menghormati hak-hak, kewajiban serta kehormatan pihak
lain.

Menurut Alex Inkeles, terdapat 9 kepribadian manusia
modern, yaitu sebagai berikut :[4]
1.
Memiliki sikap hidup untuk menerima
hal-hal yang baru dan terbuka untuk perubahan.
2.
Memiliki keberanian untuk menyatakan
pendapat atau opini mengenai lingkungannya sendiri atau kejadian yang terjadi
jauh di luar lingkungannya serta dapat bersikap demokratis.
3.
Menghargai waktu dan lebih banyak
berorientasi pada masa depan.
4.
Memiliki perencanaan dan
pengorganisasian.
5.
Percaya diri.
6.
Perhitungan .
7.
Menghargai harkat hidup manusia lain.
8.
Percaya pada ilmu pengetahuan dan
teknologi.
9.
Menjunjung tinggi suatu sikap di mana
imbalan yang diterima seseorang haruslah sesuai dengan prestasinya dalam
masyarakat.
Kepribadian manusia modern yang dirangkum dari
berbagai hasil pemikiran pakar sosiologi dunia. Yaitu sebagai berikut :
1. Siap
menerima Pengalaman beru dan terbuka terhadap inovasi dan perubahan.
Sebagai sorang pelajar kita harus
siap menerima cara-cara baru dalam belajar. Apabila kita seorang petani makan
kita harus siap menerima cara baru bercocok tanam, atau menggunakan bibit dan
pupuk baru. Begitu juga profesi yang lain. kita harus dapat menerima berbagai
perkembangan baru yang berhubungan dengan pekerjaan kita.
2. Berani
berpendapat dan mau menghargai pendapat orang lain.
Apabila dalam suatu forum, kita
memiliki pendapat yang berbeda, maka sampaikanlah dengan terus terang namun
tetap sopan. Jangan asal berbicara, akan tetapi harus dapat memberikan argumen
yang tepat. Sebaliknya, apabila orang lain memiliki pendapat yang berbeda harus
tetap kita hargai. Sikap otoriter dalam berpendirian bukanlah sifat orang
modern. Begitu pula sikap segan berpendapat ketika berhadapan, namun menggerutu
setelah tidak berhadapan adalah juga bukan ciri orang modern.
3. Menghargai
waktu.
Jangan sampai kita menjadi orang
yang suka menyia-nyiakan waktu. Segala sesuatu yang sudah lewat, biarkanlah
berlalu. Hari ini harsus dihadapi dengan persiapan dan rencana matang, terlebih
untuk masa depan. Demi menghargai waktu, janganlah suka mengingkari janji atau
mengulur-ulur pelaksanaan tugas sehari-hari. Semakin kita ulur-ulur, beban
tugas akan semakin menumpuk.
4. Mampu
menghadapai kehidupan dengan penuh percaya diri.
Yakinlah bahwa kita memiliki
potensi. Kepercayaan diri adalah modal awal keberhasilan. Kehidupan sehari-hari
akan salalu memberikan tugas dan tantangan. Hadapi itu semua dengan kepercayaan
diri. Namun, bukan berarti kita mengabaikan kerja sama dengan orang lain.
kemampuan bekerja sama dengan orang lain adalah bagian dari kualitas diri yang
perlu kita kembangkan.
5. Memiliki
rencana.
Tentukanlah suatu tujuan hidup
(cita-cita) untuk masa depan. Pilih kemungkinan-kemungkinan yang paling
realistik bagi diri kita. Kita boleh memiliki lebih dari satu rencana, namun
fokuskan perhatian pada satu yang terpenting. Jangan sia-siakan setiap
kesempatan untuk menuju ke arah pencapaian cita-cita.
6. Mempunyai
keteraturan kehidupan.
Semua aspek kehidupan di masyarakat
pada dasarnya telah diatur dengan berbagai norma sosial. Aturan ibarat
rambu-rambu lalu lintas, kemana kita harus melaju dan dengan cara bagaimana,
ikutilah aturan itu. Apabila tidak, kita akan menemui masalah. Mulai dari
bidang ekonomi, pendidikan, perdagangan, dan lain-lain. dengan memahami semua
peraturan yang ada, kita bisa meramalkan apa yang terjadi pada diri kita
sehubungan dengan aturan itu. Misal, kita tidak mungkin meramalkan diri kita
menjadi seorang akuntan apabila dari sekarang tidak membekali diri dengan
mempelajari pelajaran akuntansi.
7. Adil
dalam berbagi.
Orang modern yakin apabila dirinya
berbuat sesuai aturan, maka akan memperoleh penghargaan (imbalan). Imbalan yang
diterima seseorang sepadan dengan tanggung jawabnya, keterampilannya, dan
tingkat partisipasinya. Semakin terampil seseorang makan akan semakin tinggi
masyarakat menghargainya.
8. Menganggap
penting makna pendidikan.
Pendidikan formal (SD, SMP, SMA,
dan Perguruan Tinggi) dianggap sebagai modal utama untuk berhasil di masa
depan. Oleh karena itu, orang-orang modern memiliki minat kuat untuk
bersekolah. Minat itu ditandai dengan usaha keras untuk berhasil dalam belajar.
Keberhasilan dalam belajar berarti benar-benar menguasai apa yang dipelajarinya
sehingga memperoleh nilai yang baik. Bukan sebaliknya, memperoleh nilai baik
dengan cara-cara yang curang. Orang yang bermental modern tidak akan berusaha
memperoleh ijasah palsu, sebab itu berarti sangat tidak menghormati lembaga
pendidikan (sekolah).
9. Menghormati
martabat sesama manusia.
Setiap manusia memiliki martabat
yang sama. Apapun suku, agama, pandangan hidup, dan asal-usulnya. Orang modern
tidak boleh mengembangkan prasangka negatif terhadap orang lain.
Kesembilan ciri kepribadian ini harus
termanifestasikan secara bersama-sama (keseluruhan) dalam kepribadian
seseorang. Orang belum dianggap modern apabila hanya menampilkan satu atau
beberapa ciri di atas. Sebab, setiap ciri pada dasarnya merupakan pencerminan
ciri yang lain. misalnya, orang yang berpendidikan pasti bersikap terbuka,
menghargai pendapat orang lain, bersikap adil, mematuhi aturan, hidup terencana
dan seterusnya.
B.
Kritik
Terhadap Konsep Modernisasi
Teori modernisasi ini adalah teori yang berasal dari daratan Eropa , tentu
saja banyak mengandung nilai nilai dan kebudayaan yang dianut oleh Eropa
sedangkan teori ini dipaksakan oleh Barat untuk diterapkan di banyak negara
dunia ke-3 yang memiliki kultur masyarakat yang sangat berbeda dengan Barat.
Hal ini mengindikasikan bahwa Eropa mengagap budayanyalah yang paling baik dan
harus banyak diterapkan di negara dunia ke-3 atau secara sosiologis mungkin
gejala ini bisa disebut sebagai etnosentrisme. Kenapa demikian ? setiap pemikir
modernisasi Barat menganggap bahwa Barat adalah negara tingkatan tertinggi dan
merupakan pusat transformasi dari negara berkembang menjadi negara maju dengan
tinggat industrialisasi yang tinggi serta menempatkan negara dunia ke-3 sebagai
kelas yang paling rendah dan memberi cap mereka sebagai negara primitif atau
tradisional. Padahal setiap negara atau setiap daerah negara dunia ke-3 itu
mempunyai kultur tersendiri dan cara tersendiri pula untuk memecahkan masalahnya.
Sangat sulit untuk bisa menerima sebuah teori yang “dipaksakan” yaitu
modernisasi.[5]
Modernisasi sejauh ini dipahami sebagai proses
peralihan dari suatu masyarakat berkembang ke arah masyarakat yang lebih maju. Nilai-nilai,
prilaku, dan cara berfikir tradisional dipaksa untuk didinamisasi dan
dimodernisasi oleh para teoritikus modernisasi yang pada awalnya dibayangkan
sebagai suatu yang uniform (untuk semua negara berkembang sama) dan unilini
(berjalan dalam garis lurus dalam gambaran tujuan masyarakat). Dalam prosesnya,
modernisasi menganggap bahwa segala cara dan prilaku yang dianggap tradisional
dalam suatu masyarakat dipahami sebagai sesuatu yang tidak modern dan
modernitas masyarakat-masyarakat negara industri Barat menjadi gambar panutan
pembangunan.
Gambaran secara umum
terhadap keterbelakangan suatu masyarakat hanya dilihat oleh faktor-faktor
internal atau faktor-faktor yang terjadi didalam negara yang bersangkutan oleh
teori modernisasi sebagai penghambat pembangunan. Seperti halnya kurangnya pendidikan
pada sebagian besar masyarakatnya, adanya budaya lokal yang kurang menghargai
nilai-nilai material dan sebagainya. Padahal, dalam suatu masyarakat atau
negara terdapat juga faktor-faktor external penghambat pembangunan yang tidak
bisa diabaikan begitu saja.
Teori modernisasi
cenderung menggeneralisasikan seluruh konsepnya dan dapat diterapkan terhadap
semua konteks masyarakat dimanapun dan kapanpun. Semua masyarakat tradisional
yang ditandai oleh cara berpikir yang irrasional serta cara kerja yang tidak
efisien adalah “terbelakang” begitupun sebaliknya suatu masyarakat modern
bercirikan masyarakat yang pemikirannya rasional dan cara kerja yang efisien,
dan seterusnya. Dengan demikian, pemusatan pembangunan akan selalu berorientasi
Barat yang notabene sudah maju dalam bidang industri. Hal inilah yang
mengakibatkan strategi penerapan modernisasi yang “universal” belum tentu mampu
merubah laju masyarakat terbelakang sesuai realitas.
Pada dasarnya, teori modernisasi berangkat dengan gagasan awal yaitu mengenai
perubahan sosial. Yang dimaksud dengan perubahan sosial adalah perubahan dari
tradisional ke modern, yang mencakup perubahan di sebagian besar sektor vital
dalam masyarakat, terutama sektor ekonomi.[6]
Yang dijalaskan diatas merupakan kritik terhadap
konsep modernisasi. Sedangkan kritikan terhadap modernisasi adalah sebagai
berikut :[7]
1. Modernisasi
membuat manusia menjadi terasing (teraliensi).
Menurut Karl Marx, manusia adalah
makhluk yang bersifat bebas dan suka bergaul. Modernisasi telah membuat
masyarakat manusia menjadi berkelas-kelas, dan kelas terbesar adalah kaum buruh
yang tertindas dan hanya dijadikan sebagai mesin ekonomi. Akibatnya mereka
mengalami aliensasi (keterasingan). Aliensasi berarti hilangnya dorongan untuk
bergaul, tidak memiliki kreativitas karena terperangkap dalam kerutinan kerja
yang monoton, hilangnya dorongan untuk bergaul (egois). Semua ini membuat
manusia tak berprikemanusiaan (sifat kemanusiaannya hilang).
2. Modernisasi
membuat masyarakat menjadi anomi.
Menurut Emile Durkheim, sifat dasar
manusia adalah buas, egoistis, dan individualistis.[8] Manusia
selalu siap bertempur untuk memperjuangkan kepentingannya tanpa menghiraukan
orang lain. Sifat seperti itu hanya dapat dikendalikan oleh nilai dan norma
sosial, sehingga kehidupan di masyarakat menjadi selaras. Apabila di dalam
masyarakat terjadi suatu keadaan tanpa norma (anomi) maka berbagai penyimpangan
perilaku akan menganggu keselarasan masyarakat. Menurut Emile Durkheim, kondisi
kehidupan modern telah merusak berbagai nilai dan norma tradisional yang
sebelumnya menjadi pengontrol perilaku manusia. Oleh karena itu, dalam
masayarakat modern banyak terjadi berbagai masalah sosial.
3. Modernitas
menghancurkan kebersamaan.
Menuru Ferdinand Tonnies,
masyarakat paguyuban (Gemeinshaft) yang didasari nilai-nilai tradisionan lebih
baik dari pada masyarakat patembayan (Gesselschaft). Modernitas yang ditandai
dengan industrialisasi, urbanisasi, dan demokratisasi telah membuat masyarakat
mengalami disintegrasi sosial. Dalam kondisi disintegrasi sosial, manusia
kehilangan rasa kebersamaan dan ikatan pribadi (keakraban). Masyarakat modern
tidak memperlakukan setiap individusebagai pribadi-pribadi berbeda, semua
dianggap sama. Misalnya dalam istilah warga negara, konsumen, atau buruh.
Hubungan antar pribadi menjadi bersifat resmi dan tidak akrab (impersonal).
Mereka hanya berbicara seperlunya sebatas urusan bisnis dan terkesan dingin,
tidak ada komunikasi yang hangat untuk mencurahkan isi hati.
4. Modernisasi
merusak ekosistem.
Para
pakar ilmu alam dan ilmu ekonomi sangat memperhatikan kelestarian lingkungan
hidup (ekosistem). Modernisasi yang ditandai dengan industrialisasimengancam
kelestarian sumber daya alam. Industrialisasi yang menguras sumber daya alam,
menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Berbagai bentuk pencemaran, baik di
darat, laut, maupun udara mengancam kelestarian lingkungan.Misalnya, ancaman
akan habisnya minyak bumi dan desertifikasi (berubahnyahutan menjadi gurun)
akibat penebangan hutan yang melampaui batas.
5. Modernisasi
menimbulkan kolonialisasi atau neokolonialisasi.
Lenin beranggapan, bahwa para
kapitalis selalu berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya. Keuntungan
sebesar-besarnya diperoleh dengan cara mencari tenaga kerja dan bahan mentah
industri semurah mungkin, serta daerah pemasaran yang luas bagi produk-produk
industri. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kolonialisasi (negara maju
menduduki negara lain secara militer) dan neokolonialisme (penjajahan secara
ekonomi atau politik). Kolonialisasi modern terwujud dengan berbagai bentuk
kerja sama ekonomi antara negara maju dengan negara-negara berkembang, yang
pada dasarnya merupakan suatu bentuk hubungan ketergantungan. Negara berkembang
atau negara miskin dijadikan sumber bahan mentah industri sekaligua daerah pemasaran
produk industri negara-negara maju. Hal ini berlangsung hingga saat ini dan
sulit untuk diakhiri, karena posisi negara-negara terbelakang dan berkembang
yang lemah, belum menguasai teknologi, dan tidak cukup memiliki modal untuk
membangun industri.
6. Modernisasi
dapat menyulut peperangan.
Zygmunt Bauman (1990)
mengungkapkan, bahwa selama proses modernisasi diseluruh dunia, telah terjadi
perang yang menyebabkan 100 juta orang tewas. Alasan pertama, industrialisasi
yang menekankan perolehan keuntungan sebesar-besarnya telah menimbulkan konflik
tajam dalm bidang ekonomi. Alasan kedua menurunnya nilai kemanusiaan akibat
sikap efisiensi dan rasionalitas. Menurunnya nilai kemanusiaan membuat kaum
kapitalis tak segan-segan mendanai perang untuk menyingkirkan hambatan-hambatan
untuk memenangkan kompetisi. Alasan ketiga, perkembangan teknologi membuat
teknologi peralatan perang semakin canggih. Ketiga alasan tersebut menimbulkan
dampak paling buruk bagi masyarakat manusia.
7. Modernisasi
melahirkan ketimpangan sosial.
Industrialisasi sebagai ciri
modernisasi melahirkan kelompok sosial baru yang didasarkan pada kepemilikan
modal besar. Jumlah kelompok ini sangat sedikit, namun menguasai perputaran
perekonomian. Akibatnya, kegiatan ekonomi terpusat pada beberapa orang saja
sehingga perindustribusian hasil ekonomi juga tidak merata. Dengan demikian,
kesejahteraan ekonomi hanya dirasakan oleh segelintir orang saja, sementara
yang lain tetap dalam kondisi kekurangan. Modernisasi yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, justru berpotensi sebaliknya yaitu
memiskinkan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh sulitnya kelompok miskin dan
pemodal kecil untuk berkompetensi dengan pemilik modal besar. Kondisi ini dapat
diatasi apabila kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah memihak orang
miskin.
C.
Kekecewaan
Atas Modernitas, Post-Modern
ecara etimologis post modern terdiri dari dua kata
yaitu post dan modern. Kata post yang berarti “later or after” dan modern.
Sedangkan secara terminologis menurut Pauline rosenau, postmodern merupakan kritik atas
masyarakat modern dan kegagalanya memenuhi janji-janjinya. Berdasarkan
asal-usul kata, postmodernisme, berasal dari bahasa Inggris yang artinya faham
(-isme), yang berkembang setelah (post) modern. Istilah ini muncul pertama kali
pada tahun 1930 pada bidang seni oleh Federico de Onis untuk menunjukkan
reaksi dari moderninsme. Kemudian pada bidang Sejarah oleh Toyn Bee dalam
bukunya Study of History pada tahun 1947. Setelah itu berkembang dalam
bidang-bidang lain dan mengusung kritik atas modernisme pada bidang-bidangnya
sendiri-sendiri. [9]
Modernisasi pada awalnya dianggap hal yang biasa dan
wajar, namun dalam perkembangannya ia telah melahirkan berbagai konsekuensi
yang bersifat negatif atau buruk terhadap kehidupan manusia dan alam. Atas
dasar segala konsekuensi tersebut, modernisasi telah memicu lahirnya gerakan
postmodernisme yang ingin merevisi paradigma modern dan mempersoalkan kembali nilai-nilai
rasionalitas, tradisionalitas, dan menganggap rasionalitas modernisme hanyalah
mistifikasi regresif belaka.
Perdebatan yang berkepanjangan
antara modernisme dan postmodernisme ini telah melahirkan dua kubu filsafat,
yaitu pertama adalah kubu yang bermaksud melawan (against) dan
melenyapkan keberadaan filsafat modernisme. Kedua, kubu yang berkehendak
mengatasi (overcome) sebagai cacat yang disandang oleh modernitas dengan
tetap konsisten pada paham itu.[10]
Munculnya dua kubu dalam perdebatan
ini merupakan refleksi atas kekecewaan terhadap modernitas.
Gerakan postmodernisme yang merupakan suatu gerakan pemikiran yang
ingin melakukan revisi terhadap paradigma modern dapat dikelompokkan ke dalam
tiga kategori yaitu pertama adalah pemikiran-pemikiran yang dalam rangka
merevisi kemodernan itu cenderung kembali ke pola berpikir pramodern; kedua
adalah pemikiran-pemikiran
yang terkait erat pada dunia sastra dan banyak berurusan dengan persoalan
linguistik; ketiga dalah segala pemikiran
yang hendak merivisi modernisme, tidak dengan menolak modernisme itu secara
total, melainkan dengan memperbaharui premis-premis modern disana sini.[11] Pada hakekatnya
pemikiran ini muncul karena modernisme masih meninggalkan sejumlah
masalah yang kemudian diambil alih oleh postmodernisasi. [12]
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Modernisasi sebagai perubahan sosial budaya dari
keadaan tradisional ke masyarakat isdustri. Perubahan tersebut merupakan titik
tolak perkembangan ke arah modernisasi. Untuk mencapai masyarakat modern,
haruslah melalui transisi yang akan mengubah pola kehidupan masyarakat. banyaknya
konsekwensi buruk yang ditimbulkan oleh modernisme bagi kehidupan
manusia dan alam, telah memicu lahirnya suatu gerakan pemikiran yang
diistilahkan dengan postmodernisme. Titik terang yang dapat diungkapkan dari adanya postmodernisme ini adalah bahwa postmodernisme telah mampu menjauhkan dari segala sifat kemapanan, kebuntuan,
keangkuhan, imperialisme, etnosentrisme yang mewarnai dominan hegemonik modernisme.
B.
Saran
Membentuk manusia modern yang memiliki ciri-ciri
tersebut tidaklah semudah yang direncanakan. Perlu diperhatikan bahwa tidak
semua aspek tradisional itu buruk. Oleh karena itu, harus pula ditelaah dan
diadakan identifikasi terhadap aspek-aspek tradisional yang dapat mendukung
terbentuknya manusia modern itu. Setiap perubahan yang terjadi di masyarakat
tentu saja ada sisi baik dan sisi buruknya. Hal ini bergantung pada masyarakat
sendiri yang menafsirkan modern. Salah menafsirkan kata modern akan
mengakibatkan perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan budaya atau
kepribadian bangsa.
![]() |
DAFTAR
PUSTAKA
Saleh Heru. 2012.
Sosiologi. Solo : Putra Kertonatan.
Suhardi dan Sri Sunarti, 2010, SOSIOLOGI 3, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Abdulkarim Aim, Pendidikan
Kewarganegaraan, Jakarta : PT. Grafindo Media Pratama.
Maryati Kun, 2007, Sosiologi 3, Jakarta : ESIS,
Nugroho, Heru. 1999. Kritik
Hubermas Terhadap Postmodernisme dan Relevansinya Bagi Pemahaman Pembangunan,
Dalam: Kritik Sosial, Dalam Wacana Pembangunan. Editor, Moh. Mahfud MD
Dkk, Yaogyakarta: UII-Press.
Sugiharto, I. Bambang. 1996. Postmodernisme, Tantangan Bagi
Filsafat. Yogyakarta: Kanisius
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_modernisasi(05 September 2014, 05:32)
http://gatotkacamuda.wordpress.com/2013/03/10/kritik-teori
modernisasi/13/09/2014.20:32
http://gatotkacamuda.wordpress.com/2013/03/10/kritik-teori-modernisasi/13/09/2014.20:32
http://sosialitadanpolitik.blogspot.com/2012/10/teori-modernisasi.html,15
September 2014, 13:58
http://id.wikipedia.org/wiki/Postmodernisme#cite_note-Sugiharto-3,15
September 2014, 20:33
http://prof-arkan.blogspot.com/2012/04/modernisasi-dan-postmodernisasi-sebuah.html
15 September 2014, 17:39
[1] Saleh
heru, 2012, Sosiologi, Solo : putra kertonatan, hlm 25
[3] Abdulkarim Aim, Pendidikan
Kewarganegaraan, Jakarta : PT. Grafindo Media Pratama, hlm:117
[4] Maryati Kun, 2007, Sosiologi 3,
Jakarta : ESIS, hlm: 34
[6] http://aroel-rapidbit.blogspot.com/2009/01/kritik-atas-konsep-modernisasi.html,15
September 2014, 12.30
[7]Suhardi dan Sri Sunarti, 2010,
SOSIOLOGI 3, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Hlm:57
[8] http://sosialitadanpolitik.blogspot.com/2012/10/teori-modernisasi.html,
15 September 2014, 13:58
[9] http://id.wikipedia.org/wiki/Postmodernisme#cite_note-Sugiharto-3
15 September 2014, 20:33
[10]
Nugroho, Heru. 1999. Kritik Hubermas Terhadap
Postmodernisme dan Relevansinya Bagi Pemahaman Pembangunan, Dalam: Kritik
Sosial, Dalam Wacana Pembangunan. Editor, Moh. Mahfud MD Dkk, Yaogyakarta: UII-Press. Hlm:88
[11] Sugiharto,
I. Bambang. 1996. Postmodernisme,
Tantangan Bagi Filsafat. Yogyakarta:
Kanisius hlm. 30
[12] http://prof-arkan.blogspot.com/2012/04/modernisasi-dan-postmodernisasi-sebuah.html
15 September 2014, 17:39
0 komentar:
Posting Komentar