Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 11 November 2014

TEORI MODERNISASI



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Teori modernisasi pertama kali dicetuskan oleh Pearsons and Rostow yang mengatakan westernisasi (modernisasi ala barat) adalah upaya yang diinginkan dan proses yang penting untuk negara-negara di dunia non-Barat dalam mencapai kemajuannya. Atau westernisasi dapat diartikan pembaratan, yakni hidup modern seperti yang dilakukan dan diperlihatkan orang sehari-hari di negara Barat.[1]  Teori ini didasarkan pada pembagian dalam dua bagian yang saling bertentangan antara apa yang disebut dengan modern dan tradisional, tak hanya itu teori modernisasi menjelaskan tentang proses transformasi dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern.
Modernisasi merupakan proses perubahan terhadap sistem ekonomi, sosial dan politik yang berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara dari abad ke-17 sampai ke-19 yang kemudian menyebar ke negara Eropa lainnya. [2]
Teori modernisasi merupakan teori pembangunan, karena teori modernisasi fokus pada cara masyarakat tradisional ke masyarakat modern melalui proses pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur sosial, politik dan budaya. Kemunculan teori ini dipengaruhi oleh adanya fenomena kemiskinan di banyak negara di dunia ketiga terutama setelah perang dunia II. teori modernisasi didasarkan pada faktor-faktor non material sebagai penyebab kemiskinannya, khususnya pola pikir. Faktor-faktor ini memberikan arah kepada tingkah lakunya. Faktor-faktor non material atau pola pikir disini dianggap sebagai faktor yang bisa dipengaruhi secara langsung melalui hubungan pola pikir dengan pola pikir lainnya. Oleh karena itu, pendidikan menjadi salah satu cara yang sangat penting untuk mengubah psikolog seseorang atau nilai-nilai budaya sebuah masyarakat.
Sebenarnya kata modernisasi sudah tak asing lagi didengar. Memang adanya modernisasi dapat menunjukan adanya dampak positif tetapi ada pula dampak negatifnya bagi kehidupan sosial kita. Bagaimana pun juga, modernisasi lahir dari negara-negara barat yang memiliki nilai-nilai dasar kebudayaan yang berbeda dari kita. Modernisasi di Barat berlangsung sebagai proses alamiah yang wajar tanpa direkayasa, sedangkan modernisasi di Indonesia dan negara-negara Dunia Kedua serta Dunia Ketiga merupakan proses peniruan. Adanya perbedaan latar belakang budaya, peniruan modernisasi sering menimbulkan dampak negatif. Ibarat memetik buah, isinya ditinggalkan justru kulitnya diambil. Karena yang terjadi kadang-kadang bukan modernisasi tetapi westernisasi.
Atas dasar latar belakang tersebut penulis mencoba menyusun makalah ini dengan judul “TEORI MODERNISASI”

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Bagimanakah kepribadian modern ?
2.      Bagaimanakah kritik terhadap konsep modernisasi ?
3.      Bagaimanakah kekecewaan atas modernitas, post-modern ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui bagaimana kepribadian modern.
2.      Untuk mengetahui kritik terhadap konsep modernisasi.
3.      Dan untuk mengetahui kekecewaan atas modernitas, post-modern.




BAB II
PEMBAHASAN


A.    Kpribadian Modern
Modernisasi dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan masyarakat hidup sesuai dengan tingkat perkembangan zaman. Dalam menelaah ciri-ciri pokok dari masyarakat modern tersebut, penting kiranya untuk menelaah manusia modern. Bagaimana pun juga modernisasi dimulai dari manusianya dan semua itu adalah untuk meningkatkan kemampuan manusia didalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Dalam hal ini, Soejono Soekonto menunjukan beberapa ciri pokok manusia modern, yaitu sebagai berikut [3]:
a.    Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru maupun penemuan baru.
b.    Senantiasa selalu siap menerima perubahan setelah ia menilai kekurangan yang dihadapinya saat itu.
c.    Peka terhadap masalah yang terjadi disekitarnya.
d.   Manusia modern lebih banyak berorientasi ke masa kini dan masa mendatang.
e.    Manusia modern senantiasa harus menyadari potensi yang ada pada dirinya dan yakin bahwa potensi tersebut dapat dikembangkan.
f.     Manusia modern adalah manusia yang peka perencanaan.
g.    Manusia modern tidak pasrah pada nasib.
h.    Manusia modern percaya pada kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia.
i.      Manusia modern menyadari dan menghormati hak-hak, kewajiban serta kehormatan pihak lain.
 
Menurut Alex Inkeles, terdapat 9 kepribadian manusia modern, yaitu sebagai berikut :[4]
1.      Memiliki sikap hidup untuk menerima hal-hal yang baru dan terbuka untuk perubahan.
2.      Memiliki keberanian untuk menyatakan pendapat atau opini mengenai lingkungannya sendiri atau kejadian yang terjadi jauh di luar lingkungannya serta dapat bersikap demokratis.
3.      Menghargai waktu dan lebih banyak berorientasi pada masa depan.
4.      Memiliki perencanaan dan pengorganisasian.
5.      Percaya diri.
6.      Perhitungan .
7.      Menghargai harkat hidup manusia lain.
8.      Percaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
9.      Menjunjung tinggi suatu sikap di mana imbalan yang diterima seseorang haruslah sesuai dengan prestasinya dalam masyarakat.

Kepribadian manusia modern yang dirangkum dari berbagai hasil pemikiran pakar sosiologi dunia. Yaitu sebagai berikut :
1.      Siap menerima Pengalaman beru dan terbuka terhadap inovasi dan perubahan.
Sebagai sorang pelajar kita harus siap menerima cara-cara baru dalam belajar. Apabila kita seorang petani makan kita harus siap menerima cara baru bercocok tanam, atau menggunakan bibit dan pupuk baru. Begitu juga profesi yang lain. kita harus dapat menerima berbagai perkembangan baru yang berhubungan dengan pekerjaan kita.

2.      Berani berpendapat dan mau menghargai pendapat orang lain.
Apabila dalam suatu forum, kita memiliki pendapat yang berbeda, maka sampaikanlah dengan terus terang namun tetap sopan. Jangan asal berbicara, akan tetapi harus dapat memberikan argumen yang tepat. Sebaliknya, apabila orang lain memiliki pendapat yang berbeda harus tetap kita hargai. Sikap otoriter dalam berpendirian bukanlah sifat orang modern. Begitu pula sikap segan berpendapat ketika berhadapan, namun menggerutu setelah tidak berhadapan adalah juga bukan ciri orang modern.

3.      Menghargai waktu.
Jangan sampai kita menjadi orang yang suka menyia-nyiakan waktu. Segala sesuatu yang sudah lewat, biarkanlah berlalu. Hari ini harsus dihadapi dengan persiapan dan rencana matang, terlebih untuk masa depan. Demi menghargai waktu, janganlah suka mengingkari janji atau mengulur-ulur pelaksanaan tugas sehari-hari. Semakin kita ulur-ulur, beban tugas akan semakin menumpuk.

4.      Mampu menghadapai kehidupan dengan penuh percaya diri.
Yakinlah bahwa kita memiliki potensi. Kepercayaan diri adalah modal awal keberhasilan. Kehidupan sehari-hari akan salalu memberikan tugas dan tantangan. Hadapi itu semua dengan kepercayaan diri. Namun, bukan berarti kita mengabaikan kerja sama dengan orang lain. kemampuan bekerja sama dengan orang lain adalah bagian dari kualitas diri yang perlu kita kembangkan.

5.      Memiliki rencana.
Tentukanlah suatu tujuan hidup (cita-cita) untuk masa depan. Pilih kemungkinan-kemungkinan yang paling realistik bagi diri kita. Kita boleh memiliki lebih dari satu rencana, namun fokuskan perhatian pada satu yang terpenting. Jangan sia-siakan setiap kesempatan untuk menuju ke arah pencapaian cita-cita.



6.      Mempunyai keteraturan kehidupan.
Semua aspek kehidupan di masyarakat pada dasarnya telah diatur dengan berbagai norma sosial. Aturan ibarat rambu-rambu lalu lintas, kemana kita harus melaju dan dengan cara bagaimana, ikutilah aturan itu. Apabila tidak, kita akan menemui masalah. Mulai dari bidang ekonomi, pendidikan, perdagangan, dan lain-lain. dengan memahami semua peraturan yang ada, kita bisa meramalkan apa yang terjadi pada diri kita sehubungan dengan aturan itu. Misal, kita tidak mungkin meramalkan diri kita menjadi seorang akuntan apabila dari sekarang tidak membekali diri dengan mempelajari pelajaran akuntansi.

7.      Adil dalam berbagi.
Orang modern yakin apabila dirinya berbuat sesuai aturan, maka akan memperoleh penghargaan (imbalan). Imbalan yang diterima seseorang sepadan dengan tanggung jawabnya, keterampilannya, dan tingkat partisipasinya. Semakin terampil seseorang makan akan semakin tinggi masyarakat menghargainya.

8.      Menganggap penting makna pendidikan.
Pendidikan formal (SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi) dianggap sebagai modal utama untuk berhasil di masa depan. Oleh karena itu, orang-orang modern memiliki minat kuat untuk bersekolah. Minat itu ditandai dengan usaha keras untuk berhasil dalam belajar. Keberhasilan dalam belajar berarti benar-benar menguasai apa yang dipelajarinya sehingga memperoleh nilai yang baik. Bukan sebaliknya, memperoleh nilai baik dengan cara-cara yang curang. Orang yang bermental modern tidak akan berusaha memperoleh ijasah palsu, sebab itu berarti sangat tidak menghormati lembaga pendidikan (sekolah).



9.      Menghormati martabat sesama manusia.
Setiap manusia memiliki martabat yang sama. Apapun suku, agama, pandangan hidup, dan asal-usulnya. Orang modern tidak boleh mengembangkan prasangka negatif terhadap orang lain.
Kesembilan ciri kepribadian ini harus termanifestasikan secara bersama-sama (keseluruhan) dalam kepribadian seseorang. Orang belum dianggap modern apabila hanya menampilkan satu atau beberapa ciri di atas. Sebab, setiap ciri pada dasarnya merupakan pencerminan ciri yang lain. misalnya, orang yang berpendidikan pasti bersikap terbuka, menghargai pendapat orang lain, bersikap adil, mematuhi aturan, hidup terencana dan seterusnya.

B.     Kritik Terhadap Konsep Modernisasi
Teori modernisasi ini adalah teori yang berasal dari daratan Eropa , tentu saja banyak mengandung nilai nilai dan kebudayaan yang dianut oleh Eropa sedangkan teori ini dipaksakan oleh Barat untuk diterapkan di banyak negara dunia ke-3 yang memiliki kultur masyarakat yang sangat berbeda dengan Barat. Hal ini mengindikasikan bahwa Eropa mengagap budayanyalah yang paling baik dan harus banyak diterapkan di negara dunia ke-3 atau secara sosiologis mungkin gejala ini bisa disebut sebagai etnosentrisme. Kenapa demikian ? setiap pemikir modernisasi Barat menganggap bahwa Barat adalah negara tingkatan tertinggi dan merupakan pusat transformasi dari negara berkembang menjadi negara maju dengan tinggat industrialisasi yang tinggi serta menempatkan negara dunia ke-3 sebagai kelas yang paling rendah dan memberi cap mereka sebagai negara primitif atau tradisional. Padahal setiap negara atau setiap daerah negara dunia ke-3 itu mempunyai kultur tersendiri dan cara tersendiri pula untuk memecahkan masalahnya. Sangat sulit untuk bisa menerima sebuah teori yang “dipaksakan” yaitu modernisasi.[5]
Modernisasi sejauh ini dipahami sebagai proses peralihan dari suatu masyarakat berkembang ke arah masyarakat yang lebih maju. Nilai-nilai, prilaku, dan cara berfikir tradisional dipaksa untuk didinamisasi dan dimodernisasi oleh para teoritikus modernisasi yang pada awalnya dibayangkan sebagai suatu yang uniform (untuk semua negara berkembang sama) dan unilini (berjalan dalam garis lurus dalam gambaran tujuan masyarakat). Dalam prosesnya, modernisasi menganggap bahwa segala cara dan prilaku yang dianggap tradisional dalam suatu masyarakat dipahami sebagai sesuatu yang tidak modern dan modernitas masyarakat-masyarakat negara industri Barat menjadi gambar panutan pembangunan.
Gambaran secara umum terhadap keterbelakangan suatu masyarakat hanya dilihat oleh faktor-faktor internal atau faktor-faktor yang terjadi didalam negara yang bersangkutan oleh teori modernisasi sebagai penghambat pembangunan. Seperti halnya kurangnya pendidikan pada sebagian besar masyarakatnya, adanya budaya lokal yang kurang menghargai nilai-nilai material dan sebagainya. Padahal, dalam suatu masyarakat atau negara terdapat juga faktor-faktor external penghambat pembangunan yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Teori modernisasi cenderung menggeneralisasikan seluruh konsepnya dan dapat diterapkan terhadap semua konteks masyarakat dimanapun dan kapanpun. Semua masyarakat tradisional yang ditandai oleh cara berpikir yang irrasional serta cara kerja yang tidak efisien adalah “terbelakang” begitupun sebaliknya suatu masyarakat modern bercirikan masyarakat yang pemikirannya rasional dan cara kerja yang efisien, dan seterusnya. Dengan demikian, pemusatan pembangunan akan selalu berorientasi Barat yang notabene sudah maju dalam bidang industri. Hal inilah yang mengakibatkan strategi penerapan modernisasi yang “universal” belum tentu mampu merubah laju masyarakat terbelakang sesuai realitas.
Pada dasarnya, teori modernisasi berangkat dengan gagasan awal yaitu mengenai perubahan sosial. Yang dimaksud dengan perubahan sosial adalah perubahan dari tradisional ke modern, yang mencakup perubahan di sebagian besar sektor vital dalam masyarakat, terutama sektor ekonomi.[6]
Yang dijalaskan diatas merupakan kritik terhadap konsep modernisasi. Sedangkan kritikan terhadap modernisasi adalah sebagai berikut :[7]
1.      Modernisasi membuat manusia menjadi terasing (teraliensi).
Menurut Karl Marx, manusia adalah makhluk yang bersifat bebas dan suka bergaul. Modernisasi telah membuat masyarakat manusia menjadi berkelas-kelas, dan kelas terbesar adalah kaum buruh yang tertindas dan hanya dijadikan sebagai mesin ekonomi. Akibatnya mereka mengalami aliensasi (keterasingan). Aliensasi berarti hilangnya dorongan untuk bergaul, tidak memiliki kreativitas karena terperangkap dalam kerutinan kerja yang monoton, hilangnya dorongan untuk bergaul (egois). Semua ini membuat manusia tak berprikemanusiaan (sifat kemanusiaannya hilang).

2.      Modernisasi membuat masyarakat menjadi anomi.
Menurut Emile Durkheim, sifat dasar manusia adalah buas, egoistis, dan individualistis.[8] Manusia selalu siap bertempur untuk memperjuangkan kepentingannya tanpa menghiraukan orang lain. Sifat seperti itu hanya dapat dikendalikan oleh nilai dan norma sosial, sehingga kehidupan di masyarakat menjadi selaras. Apabila di dalam masyarakat terjadi suatu keadaan tanpa norma (anomi) maka berbagai penyimpangan perilaku akan menganggu keselarasan masyarakat. Menurut Emile Durkheim, kondisi kehidupan modern telah merusak berbagai nilai dan norma tradisional yang sebelumnya menjadi pengontrol perilaku manusia. Oleh karena itu, dalam masayarakat modern banyak terjadi berbagai masalah sosial.

3.      Modernitas menghancurkan kebersamaan.
Menuru Ferdinand Tonnies, masyarakat paguyuban (Gemeinshaft) yang didasari nilai-nilai tradisionan lebih baik dari pada masyarakat patembayan (Gesselschaft). Modernitas yang ditandai dengan industrialisasi, urbanisasi, dan demokratisasi telah membuat masyarakat mengalami disintegrasi sosial. Dalam kondisi disintegrasi sosial, manusia kehilangan rasa kebersamaan dan ikatan pribadi (keakraban). Masyarakat modern tidak memperlakukan setiap individusebagai pribadi-pribadi berbeda, semua dianggap sama. Misalnya dalam istilah warga negara, konsumen, atau buruh. Hubungan antar pribadi menjadi bersifat resmi dan tidak akrab (impersonal). Mereka hanya berbicara seperlunya sebatas urusan bisnis dan terkesan dingin, tidak ada komunikasi yang hangat untuk mencurahkan isi hati.

4.      Modernisasi merusak ekosistem.
Para pakar ilmu alam dan ilmu ekonomi sangat memperhatikan kelestarian lingkungan hidup (ekosistem). Modernisasi yang ditandai dengan industrialisasimengancam kelestarian sumber daya alam. Industrialisasi yang menguras sumber daya alam, menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Berbagai bentuk pencemaran, baik di darat, laut, maupun udara mengancam kelestarian lingkungan.Misalnya, ancaman akan habisnya minyak bumi dan desertifikasi (berubahnyahutan menjadi gurun) akibat penebangan hutan yang melampaui batas.

5.      Modernisasi menimbulkan kolonialisasi atau neokolonialisasi.
Lenin beranggapan, bahwa para kapitalis selalu berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya. Keuntungan sebesar-besarnya diperoleh dengan cara mencari tenaga kerja dan bahan mentah industri semurah mungkin, serta daerah pemasaran yang luas bagi produk-produk industri. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kolonialisasi (negara maju menduduki negara lain secara militer) dan neokolonialisme (penjajahan secara ekonomi atau politik). Kolonialisasi modern terwujud dengan berbagai bentuk kerja sama ekonomi antara negara maju dengan negara-negara berkembang, yang pada dasarnya merupakan suatu bentuk hubungan ketergantungan. Negara berkembang atau negara miskin dijadikan sumber bahan mentah industri sekaligua daerah pemasaran produk industri negara-negara maju. Hal ini berlangsung hingga saat ini dan sulit untuk diakhiri, karena posisi negara-negara terbelakang dan berkembang yang lemah, belum menguasai teknologi, dan tidak cukup memiliki modal untuk membangun industri.

6.      Modernisasi dapat menyulut peperangan.
Zygmunt Bauman (1990) mengungkapkan, bahwa selama proses modernisasi diseluruh dunia, telah terjadi perang yang menyebabkan 100 juta orang tewas. Alasan pertama, industrialisasi yang menekankan perolehan keuntungan sebesar-besarnya telah menimbulkan konflik tajam dalm bidang ekonomi. Alasan kedua menurunnya nilai kemanusiaan akibat sikap efisiensi dan rasionalitas. Menurunnya nilai kemanusiaan membuat kaum kapitalis tak segan-segan mendanai perang untuk menyingkirkan hambatan-hambatan untuk memenangkan kompetisi. Alasan ketiga, perkembangan teknologi membuat teknologi peralatan perang semakin canggih. Ketiga alasan tersebut menimbulkan dampak paling buruk bagi masyarakat manusia.


7.      Modernisasi melahirkan ketimpangan sosial.
Industrialisasi sebagai ciri modernisasi melahirkan kelompok sosial baru yang didasarkan pada kepemilikan modal besar. Jumlah kelompok ini sangat sedikit, namun menguasai perputaran perekonomian. Akibatnya, kegiatan ekonomi terpusat pada beberapa orang saja sehingga perindustribusian hasil ekonomi juga tidak merata. Dengan demikian, kesejahteraan ekonomi hanya dirasakan oleh segelintir orang saja, sementara yang lain tetap dalam kondisi kekurangan. Modernisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, justru berpotensi sebaliknya yaitu memiskinkan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh sulitnya kelompok miskin dan pemodal kecil untuk berkompetensi dengan pemilik modal besar. Kondisi ini dapat diatasi apabila kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah memihak orang miskin.

C.    Kekecewaan Atas Modernitas, Post-Modern
ecara etimologis post modern terdiri dari dua kata yaitu post dan modern. Kata post yang berarti “later or after” dan modern. Sedangkan secara terminologis menurut Pauline rosenau, postmodern merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalanya memenuhi janji-janjinya. Berdasarkan asal-usul kata, postmodernisme, berasal dari bahasa Inggris yang artinya faham (-isme), yang berkembang setelah (post) modern. Istilah ini muncul pertama kali pada tahun 1930 pada bidang seni oleh Federico de Onis untuk menunjukkan reaksi dari moderninsme. Kemudian pada bidang Sejarah oleh Toyn Bee dalam bukunya Study of History pada tahun 1947. Setelah itu berkembang dalam bidang-bidang lain dan mengusung kritik atas modernisme pada bidang-bidangnya sendiri-sendiri. [9]
Modernisasi pada awalnya dianggap hal yang biasa dan wajar, namun dalam perkembangannya ia telah melahirkan berbagai konsekuensi yang bersifat negatif atau buruk terhadap kehidupan manusia dan alam. Atas dasar segala konsekuensi tersebut, modernisasi telah memicu lahirnya gerakan postmodernisme yang ingin merevisi paradigma modern dan mempersoalkan kembali nilai-nilai rasionalitas, tradisionalitas, dan menganggap rasionalitas modernisme hanyalah mistifikasi regresif belaka.
Perdebatan yang berkepanjangan antara  modernisme dan postmodernisme ini telah melahirkan dua kubu filsafat, yaitu pertama adalah kubu yang bermaksud melawan (against) dan melenyapkan keberadaan filsafat modernisme. Kedua, kubu yang berkehendak mengatasi (overcome) sebagai cacat yang disandang oleh modernitas dengan tetap konsisten pada paham itu.[10] Munculnya dua kubu dalam perdebatan ini merupakan refleksi atas kekecewaan terhadap modernitas.
Gerakan postmodernisme yang merupakan suatu gerakan pemikiran yang ingin melakukan revisi terhadap paradigma modern dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu pertama adalah pemikiran-pemikiran yang dalam rangka merevisi kemodernan itu cenderung kembali ke pola berpikir pramodern; kedua adalah pemikiran-pemikiran yang terkait erat pada dunia sastra dan banyak berurusan dengan persoalan linguistik; ketiga  dalah segala pemikiran yang hendak merivisi modernisme, tidak dengan menolak modernisme itu secara total, melainkan dengan memperbaharui premis-premis modern disana sini.[11] Pada hakekatnya  pemikiran ini muncul karena modernisme masih meninggalkan sejumlah masalah yang kemudian diambil alih oleh postmodernisasi. [12]




BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Modernisasi sebagai perubahan sosial budaya dari keadaan tradisional ke masyarakat isdustri. Perubahan tersebut merupakan titik tolak perkembangan ke arah modernisasi. Untuk mencapai masyarakat modern, haruslah melalui transisi yang akan mengubah pola kehidupan masyarakat. banyaknya  konsekwensi buruk yang ditimbulkan oleh modernisme bagi kehidupan manusia dan alam, telah memicu lahirnya suatu gerakan pemikiran yang diistilahkan dengan postmodernisme. Titik terang yang dapat diungkapkan dari adanya postmodernisme ini adalah bahwa  postmodernisme telah mampu menjauhkan  dari segala sifat kemapanan, kebuntuan, keangkuhan, imperialisme, etnosentrisme yang mewarnai dominan hegemonik modernisme.

B.     Saran
Membentuk manusia modern yang memiliki ciri-ciri tersebut tidaklah semudah yang direncanakan. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua aspek tradisional itu buruk. Oleh karena itu, harus pula ditelaah dan diadakan identifikasi terhadap aspek-aspek tradisional yang dapat mendukung terbentuknya manusia modern itu. Setiap perubahan yang terjadi di masyarakat tentu saja ada sisi baik dan sisi buruknya. Hal ini bergantung pada masyarakat sendiri yang menafsirkan modern. Salah menafsirkan kata modern akan mengakibatkan perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan budaya atau kepribadian bangsa.





 
DAFTAR PUSTAKA

Saleh Heru. 2012. Sosiologi. Solo : Putra Kertonatan.
Suhardi dan Sri Sunarti, 2010, SOSIOLOGI 3, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Abdulkarim Aim, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta : PT. Grafindo Media Pratama.
Maryati Kun, 2007, Sosiologi 3, Jakarta : ESIS,
Nugroho, Heru. 1999. Kritik Hubermas Terhadap Postmodernisme dan Relevansinya Bagi Pemahaman Pembangunan, Dalam: Kritik Sosial, Dalam Wacana Pembangunan. Editor, Moh. Mahfud MD Dkk,  Yaogyakarta: UII-Press.
Sugiharto, I. Bambang.  1996. Postmodernisme, Tantangan Bagi Filsafat.  Yogyakarta: Kanisius
http://gatotkacamuda.wordpress.com/2013/03/10/kritik-teori modernisasi/13/09/2014.20:32
http://gatotkacamuda.wordpress.com/2013/03/10/kritik-teori-modernisasi/13/09/2014.20:32
http://sosialitadanpolitik.blogspot.com/2012/10/teori-modernisasi.html,15 September 2014, 13:58
http://id.wikipedia.org/wiki/Postmodernisme#cite_note-Sugiharto-3,15 September 2014, 20:33
http://prof-arkan.blogspot.com/2012/04/modernisasi-dan-postmodernisasi-sebuah.html 15 September 2014, 17:39






[1] Saleh heru, 2012, Sosiologi, Solo : putra kertonatan, hlm 25
[3] Abdulkarim Aim, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta : PT. Grafindo Media Pratama, hlm:117
[4] Maryati Kun, 2007, Sosiologi 3, Jakarta : ESIS, hlm: 34
[5] http://gatotkacamuda.wordpress.com/2013/03/10/kritik-teori-modernisasi/13/09/2014.20:32
[6] http://aroel-rapidbit.blogspot.com/2009/01/kritik-atas-konsep-modernisasi.html,15 September 2014, 12.30
[7]Suhardi dan Sri Sunarti, 2010, SOSIOLOGI 3, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Hlm:57
[8] http://sosialitadanpolitik.blogspot.com/2012/10/teori-modernisasi.html, 15 September 2014, 13:58
[9] http://id.wikipedia.org/wiki/Postmodernisme#cite_note-Sugiharto-3 15 September 2014, 20:33
[10] Nugroho, Heru. 1999. Kritik Hubermas Terhadap Postmodernisme dan Relevansinya Bagi Pemahaman Pembangunan, Dalam: Kritik Sosial, Dalam Wacana Pembangunan. Editor, Moh. Mahfud MD Dkk,  Yaogyakarta: UII-Press. Hlm:88
[11] Sugiharto, I. Bambang.  1996. Postmodernisme, Tantangan Bagi Filsafat.  Yogyakarta: Kanisius hlm. 30
[12] http://prof-arkan.blogspot.com/2012/04/modernisasi-dan-postmodernisasi-sebuah.html 15 September 2014, 17:39

0 komentar:

Posting Komentar