
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sudah tidak asing lagi ketika kita bertanya “bagaimana pandangan anda terhadap pembelajaran sejarah”, tidak
sedikit dari para siswa yang menjawab “Pelajaran
sejarah adalah mata pelajaran yang membosankan”. Terdapat pula tanggapan bahwa pembelajaran
sejarah cenderung hanya ingatan, dan hafalan, guru selalu mengidolakan
metode ceramah sebab bercerita lebih tepat untuk kajian masa lalu. Guru-guru
sejarah kesulitan menentukan formula (teknik, metode, dan pendekatan) yang
sesuai untuk materi tertentu. Pembelajaran sejarah, dimanapun secara umum hanya
bersumber pada buku paket untuk dibaca atau LKS untuk dikerjakan secara naratif
tanpa diberikan
bukti konkrit visual berupa gambar, foto, dan peta.
Dalam proses
pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 2 MAN Jatiwangi misalnya, diketahui minat siswa dalam belajar sejarah justru
sangat rendah dan lebih banyak membuat siswa menjadi bosan. Hal ini terlihat
dari aktivitas siswa selama KBM, banyak siswa yang bercerita sendiri dengan
temanya dan ada siswa yang mengerjakan tugas mata pelajaran lain sewaktu
gurunya menerangkan dan siswa juga jarang untuk diajak berdialog tentang
bagaimana sebuah sejarah dalam periode tertentu muncul. Seacara garis besar Hambatan-hambatan tersebut diantaranya yaitu; doktrin patent pembelajaran sejarah sejak kita di
bangku SD sampai dengan SMA tidak terlepas dari 4 W + 1 H ( why, when, where,
who dan how), materi masa
lampau yang sangat luas meliputi seluruh aspek kehidupan penting manusia di
dunia, metode
pembelajaran cenderung didominasi oleh ceramah, ketidakseimbangan jumlah jam tatap muka dengan materi
yang ada, kurikulum yang
selalu berubah-ubah, dan siswa
kurang berminat membaca cerita sejarah.
Untuk itu,
pembelajaran sejarah yang hendak mewujudkan pada inti dan tujuanya maka perlu
di buat menarik. Dalam menerapkan model pembelajaran
seharusnya melihat dari karakter siswa yang diajar dan tidak cukup apabila hanya
satu metode pembelajaran yang di pakai, metode
pembelajaran bisa di ganti sesuai materi yang akan di ajarkan, hal ini agar
siswa yang di ajar tidak bosan dengan model pembelajaran yang di terapkan oleh
guru.
Oleh
karena itu dalam rangka meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI
IPS 2 MAN Jatiwangi diperlukan upaya pengembangan dengan memilih dan menerapkan
model pembelajaran tertentu yang sekaligus dapat menghasilkan peningkatan
motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI IPS 2 MAN Jatiwangi.
Setelah mempelajari berbagai model pembelajaran yang
telah dikembangkan dan diaplikasikan dalam dunia pendidikan, maka model
pembelajaran yang memungkinkan dapat tercapainya dua hal sekaligus yaitu metode
pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran juga untuk membangkitkan motivasi siswa.
Dalam metode pembelajaran kooperatif ini penulis menggunakan model Student Teams Achievement Division (STAD), Pembelajaran kooperatif
tipe Student Team Achievement Division ( STAD ) ini dikembangkan oler Robert
Slavin dan teman – temannya di Universitas John Hopkin. Ketika terjadi
interaksi antar siswa maka disana akan timbul yang namanya motivasi. Motivasi
itu mudah menjalar atau tersebar terhadap orang lain. guru yang berminat tinggi
dan antusias akan menghasilkan
siswa-siswa yang juga berminat tinggi dan antusias pula. Demikian siswa yang
antusias akan mendorong motivasi siswa-siswa lainnya.
Berdasarkan latar belakang sebagaiman yang
telah diuraikan, maka dalam Penelitian Tindakan Kelas ini peneliti memilih
judul “MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL
BELAJAR MATA
PELAJARAN SEJARAH MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)
PADA SISWA KELAS XI IPS 2 MAN JATIWANGI”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah seperti yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam
PTK ini sebagai berikut :
1.
Bagaimana motivasi siswa selama
pembelajaran Sejarah dilakukan dengan menggunakan model kooperatif Student
Teams Achievement Division (STAD) ?
2.
Bagaiman hasil belajar siswa dalam
pembelajaran Sejarah setelah menggunakan model kooperatif kooperatif Student Teams Achievement Division
(STAD) ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan,
maka tujuan Penelitian Tindakan Kelas ini mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan
umum, dan tujuan khusus, masing-masing tujuan tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:
1.
Tujuan
umum
Tujuan umum Penelitian
Tindakan Kelas ini adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Sejarah di
MAN Jatiwangi
2.
Tujuan
khusus
Adapun tujuan khusus
dari PenelitianTindakan Kelas ini adalah untuk meningkatkan motivasi belajar siswa
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPS 2 MAN Jatiwangi dan
mencapai kategori tinggi meliputi ; hubungan kerja sama, partisipasi, gairah,
dan semangat
belajar.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Penelitian Tindakan Kelas ini mencakup
peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa kelas XI IPS 2 MAN Jatiwangi
melalui model pembelajaran kooperatif kooperatif Student Teams Achievement
Division (STAD), sehingga diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil
belajar pelajaran Sejarah.
E. Hasil yang Diharapkan
Hasil
Penelitian
Tindakan
Kelas
ini
diharapkan
dapat
bermanfaat
langsung
bagi
sekolah, bagi guru, bagi
siswa, dan
bagi
peneliti lain. Manfaat
tersebut
dapat
diuraikan
sebagai
berikut :
1.
Manfaat
Langsung
Bagi
Sekolah
Hasil
penelitian
ini
dapat
bermanfaat
langsung
bagi
sekolah
yaitu
meningkatkan
kualitas
pembelajaran
Sejarah.
2.
Manfaat
Bagi Guru
Hasil
Penelitian
ini
dapat
menjadi
masukan, menambah
wawasan
dan
pengalaman
serta
memperkaya alternatif pilihan strategi dan model pembelajaran
sehingga guru Sejarah
dapat
memilih
atau
mengkombinasikan
dengan model lain untuk
kepentingan
peningkatan
kualitas proses pembelajaran
sehingga
dapat
meningkatkan
hasil
belajar
siswa.
3.
Manfaat
Bagi
Siswa
Siswa
dapat
meperoleh
pembelajaran
Sejarah yang lebih
menarik
dan
menyenangkan, sehingga
tujuan
pembelajaran
dapat
tersampaikan
juga
dapat
meningkatkan
motivasi
dan
hasil
belajar yang memuaskan.
4.
Manfaat
Bagi
Peneliti Lain
Hasil
penelitian
ini
dapat
menjadi
bahan
refleksi
untuk
melakukan PTK lebih
lanjut
pada setting kelas, lokasi,
waktu dan subyek yang berbeda, sehingga
model
kooperatif jigsaw ini dapat
dibuktikan
secara
empiris.

KAJIAN
TEORITIS
A.
Deskripsi
Variabel yang Akan Dipecahkan
1. Definisi Hasil Belajar
Hasil belajar yang sering disebut dengan istilah “sholastic achievement” atau “academic
achievement” adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai melalui proses
belajar mengajar di sekolah dan dinyatakan dengan angka-angka atau nilai-nilai
berdasarkan tes belajar. Implementasi dari belajar adalah hasil belajar.
Berikut di kemukakan defenisi hasil belajar menurut para ahli [1]
a.
Dimyati dan
Mudjiono (2006)
hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor
setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran. Nilai yang
diperoleh siswa menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa dalam menerima
materi pelajaran.
b.
Djamarah dan Zain (2006)
hasil belajar adalah apa yang diperoleh siswa setelah dilakukan aktifitas
belajar.
c.
Hamalik (2008)
hasil belajar adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri
seseorang yang dapat di amati dan di ukur bentuk pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Perubahan tersebut dapat di artikan sebagai terjadinya
peningkatan dan pengembangan yang lebih baik sebelumnya yang tidak tahu menjadi
tahu.
d.
Mulyasa (2008)
hasil belajar merupakan prestasi belajar siswa secara keseluruhan yang menjadi
indikator kompetensi dan derajat perubahan prilaku yang bersangkutan.
Kompetensi yang harus dikuasai siswa perlu dinyatakan sedemikian rupa agar
dapat dinilai sebagai wujud hasil belajar siswa yang mengacu pada pengalaman
langsung.
e.
Winkel (dikutip oleh
Purwanto, 2010) hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia
berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.
f.
Sudjana (2010)
menyatakan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajar.
g.
Suprijono (2009)
hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.
2.
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar siswa terdiri dari dua faktor yaitu faktor yang datangnya dari individu
siswa (internal factor), dan faktor
yang datang dari luar diri individu siswa (eksternal
factor)”. Keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut, [2]
a.
Faktor internal anak, meliputi:
1)
Faktor psikis (jasmani). Kondisi umum jasmani yang
menandai dapat mempengaruhi semangat dan intensitas anak dalam mengikuti
pelajaran.
2)
Faktor psikologis (kejiwaan). Faktor yang termasuk
aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas perolehan hasil belajar siswa
antara lain : (1)Intelegensi, (2) Sikap (3) bakat, (4) minat, dan (5) motivasi.
b. Faktor
eksternal anak, meliputi:
1)
Faktor
lingkungan social, seperti para guru, sifat para guru, staf adminitrasi dan
teman-teman sekelas.
2)
Faktor
lingkungan non-sosial, seperti sarana dan prasarana sekolah/belajar, letaknya
rumah tempat tinggal keluarga, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan
anak.
3)
Faktor
pendekatan belajar, yaitu cara guru mengajar guru, maupun metode, model dan
media pembelajaran yang digunakan
Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi
hasil belajar siswa disebut sebagai hambatan/kesulitan belajar akibat kondisi
keluarga yang kurang kondusif. Terkait dengan hal ini, Ihsan (2005: 19)
menyebutkan 7 hambatan-hambatan yang dihadapi siswa akibat kondisi lingkungan
keluarga, yaitu:
a.
Anak kurang
mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tua.
b.
Figur orang tua
yang tidak mampu memberikan keteladanan kepada anak.
c.
Kasih sayang
orang tua yang berlebihan sehingga cenderung untuk memanjakan anak.
d.
Sosial ekonomi
keluarga yang kurang atau sebaliknya yang tidak bisa menunjang belajar.
e.
Orang tua yang
tidak bisa memberikan rasa aman kepada anak, atau tuntutan orang tua yang
terlalu tinggi.
f.
Orang tua yang
tidak bisa memberikan kepercayaan kepada anak, dan
g.
Orang tua yang
tidak bisa membangkitkan inisiatif dan kreativitas kepada anak.
3.
Definisi Motivasi
Kata
motivasi berasal dari kata “motif” yang pada hakekatnya merupakan terminologi
umum yang memberikan makna “daya dorong”, “keinginan”, dan “kemauan”. Motif yang
telah aktif disebut “motivasi”. Menurut Thursan (2005 : 26 ) Untuk memahami pengertian motivasi, ada
baiknya apabila melihat contoh-contoh peristiwa berikut :
a)
Seorang anak kecil menyusuri jalan-jalan
untuk menjajakan koran. Walaupun merasa panas dibakar terik matahari dan juga
merasa lelah, ia tetap saja berjalan untuk menjajakan koran.
b)
Seorang siswa atau mahasiswa belajar
dengan tekun sampai larut malam. Ketekunan dalam belajar membuat siswa atau
mahasiswa tersebut tidak mempedulikan rasa lelah dan rasa kantuknya.
Pekerjaan yang dilakukan oleh anak
kecil dan siswa atau mahasiswa tersebut tentu saja mempunyai suatu alasan atau
motif tertentu. Alasan atau motif itulah yang mendorong mereka melakukan
pekerjaan sebagaimana telah diuraikan. Pekerjaan tersebut tentu saja mempunyai
tujuan tertentu.
Dari
uraian di atas kita dapat mendefinisikan motivasi sebagai suatu dorongan
kehendak yang menyebabkan seseorang malakukan suatu perbuatan untuk mencapai
tujuan tersebut. Dalam belajar, tingkat ketekunan siswa atau mahasiswa sangat
ditentukan oleh adanya motif, dan kuat lemahnya motivasi belajar itulah yang
ditimbulkan oleh motif tersebut.
Menurut
Amir Daim Indrakusuma (dikutip oleh Sri Habsari, 2005 : 74) menyatakan bahwa
motivasi merupakan kekuatan atau tenaga yang dapat memberikan dorongan pada
kegiatan yang dikehendaki dengan asas dan tujuan yang hendak dimaksudkan.
Menurut
Wahgo Sumijo Indrakusuma (dikutip oleh Sri Habsari, 2005 : 74) menyatakan bahwa
motivasi adalah dorongan kerja yang timbul pada diri seseorang utuk berprestasi
dalam mencapai tujuan.
Menurut uno (2007) (dikutip oleh Nursalam : 14) menyatakan motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya (1) hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan, (2) dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan, (3) harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan penghormatan atas diri, (5) lingkungan yang baik, serta, (kegiatan yang menarik)
Menurut uno (2007) (dikutip oleh Nursalam : 14) menyatakan motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya (1) hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan, (2) dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan, (3) harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan penghormatan atas diri, (5) lingkungan yang baik, serta, (kegiatan yang menarik)
4.
Teori-teori
Motivasi
Banyak
teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang
dimaksudkan untuk memberikan uraian yang menuju pada apa sebenarnya manusia dan
manusia akan dapat menjadi seperti apa. Teori-teori motivasi itu antara lain:[3]
a.
Teori Motivasi Kebutuhan (menurut
Abraham Maslow)
Teori motivasi yang paling terkenal
adalah hierarki Teori Kebutuhan Milik Abraham
Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat
hierarki dari lima kebutuhan, yaitu : fisiologis (rasa lapar, haus, seksual,
dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya
fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan
persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan
aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri
sendiri). Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan. Kebutuhan
fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah
sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan
tingkat atas. Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar
pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara
kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal. Prinsip
pikiran Abraham Maslow berangkat dari kebutuhan manusia yang disusun secara
hierarki dari kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan pemenuhan diri. Abraham
maslow menekankan prilaku manusia disebabkan oleh motivasi tertentu yang
bergerak secara sistematis demi sebuah “grows need” atau pemuasan kebutuhan
b.
Teori Motivasi Herzberg
Menurut
Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha
mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu
disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor
intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari
ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan,
kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor
motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk
didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb
(faktor intrinsik).
c.
Teori Achievement Mc. Clelland
Menurut Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada tiga hal penting
yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu:
1)
Need for achievement, kebutuhan akan prestasi dorongan
untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
2)
Need for afiliation,
keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan
akrab (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir)
3)
Need for Power, kebutuhan untuk membuat individu lain
berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya
(dorongan untuk mengatur).
d. Teori
X dan Y Douglass Mc. Gregor
Douglas Mc. Gregor menemukan teori X dan Teori Y setelah mengkaji cara para
manajer berhubungan dengan para karyawan. Kesimpulan yang didapatkan adalah
pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok
asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka cenderung
membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X, yaitu sebagai berikut :
1)
Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan
sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.
2)
Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus
dipakai, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3)
Karyawan akan mengindari tanggung jawab dan mencari
perintah formal, di mana ini adalah asumsi ketiga.
4)
Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua
faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia
dalam teori X, ada pula empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y,
sebagai berikut :
1)
Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang
menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain.
2)
Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi
untuk mencapai berbagai tujuan.
3)
Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan
bertanggungjawab.
4)
Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif
yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki
posisi manajemen.
e. Teori
Motivasi Clayton Alderfer
Clayton Alderfer mengetengahkan
teori motivasi ERG yang didasarkan pada kebutuhan manusia akan keberadaan
(exsistence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth). Teori ini
sedikit berbeda dengan teori maslow. Disini Alfeder mengemukakan bahwa jika
kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau
belum dapat dipenuhi maka manusia akan kembali pada gerak yang fleksibel dari
pemenuhan kebutuhan dari waktu kewaktu dan dari situasi ke situasi.
f. Teori
Motivasi Vroom
Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan
mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat
melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan.
Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga
komponen, yaitu :
1)
Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas
2)
Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan
terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk
mendapatkan outcome tertentu).
3)
Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti
perasaan posistif, netral, atau negatif.Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan
sesuatu yang melebihi harapanMotivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang
dari yang diharapkan
5.
Timbulnya
Motivasi
Menurut
Oemar Hamalik (2008 : 158) menyatakan bahwa ada tiga unsur yang dapat
menimbulkannya motivasi, yaitu sebagai berikut :
a)
Motivasi dimulai dari adanya perubahan
energi dalam pribadi. Perubahan-perubahan dalam motivasi timbul dari
perubahan-perubahan tertentu didalam sistem neuropisiologis dalam organisme
manusia, misalnya karena terjadi perubahan dalam sistem pencernaan maka timbul
motif lapar. Tapi ada juga yang tidak diketahui.
b)
Motivasi ditandai dengan timbulnya
perasaan affective arousal. Mula-mula
merupakan ketegangan psikologis, lalu merupakan suasana emosi. Suasana emosi
ini menimbulkan kelakuan yang bermotif. Perubahan ini mungkin bisa dan mungkin
juga tidak, kita hanya dapat melihatnya dalam perbuatan. Seseorang terlibat
dalam suatu diskusi, karena dia merasa tertarik pada masalah yang akan
dibicarakan maka suaranya akan timbul dan kata-katanya dengan lancar dan cepat
akan keluar.
c)
Motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi
untuk mencapai tujuan. Pribadi yang bermotivasi mengadakan respons-respons yang
tertuju ke arah suatu tujuan. Respons-respons itu berfungsi mengurangi
ketegangan yang disebabkan oleh perubahan energi dalam dirinya. Setiap respons
merupakan suatu langkah ke arah mencapai tujuan, misalnya si A ingin mendapat
hadiah maka ia akan belajar, mengikuti ceramah, bertanya, membaca buku, dan
mengikuti tes.
Menurut
Elliot (2000) (dikutip oleh nursalam : 14) motivasi timbul dari dalam dirinya
sendiri (intrinsik) dan lingkungan (ekstrinsik). Motivasi intrinsik bermakna
sebagai keinginan dari diri sendiri untuk bertindak tanpa adanya rangsangan
dari luar. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datang dari luar individu
dan tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut, mencontohkannya dengan
nilai, hadiah, atau penghargaan yang digunakan untuk merangsang motivasi
seseorang.
6.
Teori Motivasi
Menurut
maslaw (1970) (dikutip oleh mulyasa, 2008 : 175)Teori motivasi kebutuhan
(Abraham A. Maslow).
a.
Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan
akan pemenuhan unsur biologis. Kebutuhan ini berupa kebutuhan makan, minum,
bernafas, seksual, dan sebagaiya. Kebutuhan ini adalah kebutuhan paling
mendasar
b.
Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan
perlindungan dari ancaman dan bahaya ingkungan.
c.
Kebutuhan akan kasih sayang dan cinta,
yaitu kebutuhan untuk diterima dalam kelompok berafiliasi, berinteraksi,
mencintai , dan dicintai.
d.
Kebutuhan akan harga diri, yaitu
kebutuhan untuk dihormati dan dihargai.
e.
Kebutuhan akan aktualisasi diri, yaitu
kebutuhan untuk menggunakan kemampuan (skill) dan potensi, serta berpendapat
dengan mengemukakan penilaian dan kritik terhadap sesuatu.
Seseorang
yang telah mencapai tingkat kebutuhan tinggi misalnya kebutuhan untuk
berprestasi, tiba-tiba dapat kehilangan sama sekali motifnya untuk melakukan
sesuatu apabila kebutuhan untuk diakui kelompoknya tidak terpenuhi. Penurunan
ini tidak terjadi dalam satu tingkat saja tetapi dapat beberapa tingkat
sekaligus. Contoh lain misalnya, seorang peserta didik yang giat belajar dan
tinggi motivasinya untuk berprestasi tiba-tiba menjadi sama sekali tidak
bersemangat karena putus cinta (kebutuhan untuk dicintai tidak terpenuhi).
7.
Prinsip-Prinsip
Motivasi
Kenneth
H. Hover (dikutip oleh Oemar Hamalik, 2008 : 163) mengemukakan prinsip-prinsip
motivasi sebagai berikut :
a)
Pujian lebih efektif daripada hukuman.
Hukuman bersifat menghentikan suatu perbuatan, sedangkan pujian bersifat
menghargai apa yang telah dilakukan.
b)
Semua murid mempunyai kebutuhan-kebutuhan
psikologis (yang bersifat dasar) tertentu yang harus mendapat kepuasan.
Siswa-siswa yang dapat memenuhi kebutuhannya secara efektif melalui
kegiatan-kegiatan belajar hanya memerlukan sedikit bantuan dalam motivasi dan
disiplin.
c)
Motivasi yang berasal dari dalam
individu lebih efektif daripada motivasi yang dipaksakan dari luar. Sebabnya
ialah karena kepuasan yang di peroleh oleh individu itu sesuai engan ukuran
yang ada dalam diri siswa sendiri.
d)
Terhadap jawaban (perbuatan) yang serasi
(sesuai dengan keinginan) perlu dilakukan usaha pemantauan. Apabila suatu
perbuatan belajar mencapai tujuan maka terhadap perbuatan itu perlu segera
diulang kembali setelah beberapa menit kemudian sehingga hasilnya lebih mantap.
Pemantapan itu perlu dilakukan dalam setiap tingkatan pengalaman belajar.
e)
Motivasi itu mudah menjalar atau
tersebar terhadap orang lain. guru yang berminat tinggi dan antusias akan menghasilkan siswa-siswa yang
juga berminat tinggi dan antusias pula. Demikian siswa yang antusias akan
mendorong motivasi siswa-siswa lainnya.
f)
Pemahaman yang jelas terhadap
tujuan-tujuan akan merangsang motivasi. Apabila seseorang telah menyadari
tujuan yang hendak dicapainya maka perbuatannya ke arah itu akan lebih besar
daya dorongannya.
g)
Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri
sendiri akan menimbulkan minat yang lebih besar untuk mengerjakannya daripada
apabila tugas-tugas itu dipaksakan oleh guru. Apabila siswa diberi kesempatan
menemukan masalah sendiri dan memecahkannya sendiri makan akan mengembangkan
motivasi dan disiplin lebih baik.
h)
Pujian-pujian yang datangnya dari luar
kadang-kadang diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat yang
sebenarnya. Berkat dorongan orang lain, misalnya untuk memperoleh angka yang
tinggi maka siswa akan berusaha lebih giat karena minatnya menjadi lebih besar.
i)
Teknik dan proses mengajar yang
bermacam-macam adalah efektif untuk memelihara minat siswa. Cara mengajar yang
bervariasi ini akan menimbulkan situasi belajar yang menantang dan menyenangkan
seperti halnya bermain dengan alat pemainan yang berlainan.
j)
Manfaat minat yang telah dimiliki siswa
adalah bersifat ekonomis. Minat khusus yang telah dimiliki siswa, minatnya
bermain bola basket, akan mudah ditransferkan kepada minat dalam bidang studi
atau dihubungkan dengan masalah tertentu dalam bidang studi.
k)
Kegiatan-kegiatan yang akan dapat
merangsang minat siswa-siswa yang kurang mungkin tidak ada artinya (kurang
berharga) bagi para siswa yang tergolong pandai. Hal ini disebabkan karena
berbedanya tingkat kemampuan dikalangan siswa. Karena itu guru hendak
membangkitkan minat siswa-siswanya agar menyesuaikan usahanya dengan
kondisi-kondisi yang ada pada mereka.
l)
Kecemasan yang besar akan menimbulkan
kesulitan belajar. Kecemasan ini akan mengganggu perilakubelajar siswa, sebab
akan mengakibatkan indahnya perhatiannya kepada hal lain, sehingga kegiatan
belajarnya menjadi tidak efektif.
m)
Kecemasan dan frustasi yang lemah dapat
membantu belajar, dapat juga lebih baik. Keadaan emosi yang lemah dapat
menimbulkan perbedaan yang lebih energik, kelakuanyang lebih hebat.
n)
Apabila tugas tidak terlalu sukar dan
apabila tidak ada maka frustrasi secara cepat menuju ke demoralisasi. Karena
terlalu sulitnya tugas itu maka akan menyebabkan siswa-siswa melakukan hal-hal
yang tidak wajar sebagai manifestasi dari frustasi yang terkandung di dalam
dirinya.
o)
Setiap murid mempunyai tingkat-tingkat
frustasi yang berlainan. Ada murid yang karena kegagalannya justru menimbulkan
incentive tetapi ada siswa yang selalu berhasil malahan menjadi cemas terhadap
kemungkinan timbulnya kegagalan, misalnya tergantung pada stabilitas emosinya
masing-masing.
p)
Tekanan kelompok siswa (per grup)
kebanyakan lebih efektif dalam motivasi daripada tekanan atau paksaan dari
orang dewasa, para siswa sedang mencari kebebasan dari orang dewasa, ia
menempatkan hubungan per grupnya lebih tinggi. Ia bersedia melakukan apa yang
akan dilakukan oleh per grupnya dan demikian sebaliknya. Karena itu kalau guru
hendak membimbing siswa-siswa belajar maka arahkanlah anggota-anggota kelompok
itu kepada nilai-nilai belajar, baru murid tersebut akan belajar dengan baik.
q)
Motivasi yang besar erat hubungannya
dengan kreativitas murid. Dengan teknik mengajar yang tertentu motivasi
siswa-siswa dapat ditunjukan kepada kegiatan-kegiatan kreatif. Motivasi yang
telah dimiliki oleh siswa apabila diberi semacam penghalang seperti adanya
ujian yang mendadak, peraturan-peraturan sekolah,dan lain-lain maka kegiatan kreatifnya akan timbul
sehingga ia lolos dari penghalang tadi.
Demikian
beberapa prinsip yang dapat digunakan sebagai petunjuk dalam rangka
membangkitkan dan memlihara motivasi siswa dalam belajar.
8.
Ciri-ciri Siswa
yang Memiliki Motivasi
Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ini
dapat dikenali melalui proses belajar mengajar di kelas sebagaimana dikemukakan
Brown (1981) sebagai berikut [4]
; Tertarik kepada guru, tertarik pada
mata pelajaran yang diajarkan, mempunyai antusias yang tinggi serta
mengendalikan perhatiannya terutama kepada guru, ingin selalu bergabung dalam
kelompok kelas, ingin identitasnya diakui oleh orang lain, tindakan,
kebiasaan dan moralnya selalu dalam kontrol diri, selalu mengingat pelajaran
dan mempelajarinya kembali, dan selalu terkontrol oleh lingkungannya.
Sardiman (1986) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada pada diri
seseorang adalah: tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja secara terus
menerus dalam waktu lama, ulet menghadapi kesulitan dan tidak mudah putus
asa, tidak cepat puas atas prestasi yang diperoleh, menunjukan minta yang besar
terhadap bermacam-macam masalah belajar, lebih suka bekerja sendiri dan tidak bergantung
kepada orang lain, tidak cepat bosan dengan tugas-tugas rutin, dapat
mempertahankan pendapatnya, tidak mudah melepaskan apa yang diyakini; senang
mencari dan memecahkan masalah.
B.
Deskripsi
Variabel Tindakan
1.
Pembelajaran Kooperatif
Beberapa Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Menurut para Ahli:[5]
a. Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin : Model
pembelajaran kooperatif adalah model yang mengajaka siswa belajar bersama,
saling menyumbangkan pikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil
belajar secara individu dan kelompok.
b. Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Damon dan Phelps : Model
pembelajaran kooperatif merupakan salah satu jenis strategi pembelajaran
yang menerapkan interaksi kelompok teman sebaya.
c. Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Eggen and Kauchak:
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang
melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.
d. Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Sunal dan Hans: Model
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative learning) merupakan suatu cara pendekatan
atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada
peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
e. Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Stahl: Model
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative learning) dapat meningkatkan belajar siswa
lebih baik dan meningkatkan sikap tolong menolong dalam perilaku sosial”.
f. Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Kauchak dan Eggen dalam Azizah:
Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative learning) merupakan strategi
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam
mencapai tujuan.
g. Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Djajadisastra: Metode
belajar kelompok merupakan suatu metode mengajar dimana murid-murid disusun
dalam kelompok-kelompok waktu menerima pelajaran atau mengerjakan soal-soal dan
tugas-tugas.
2.
Unsur model
pembelajaran kooperatif
Roger
dan David (dikutip oleh Anita Lie : 13) mengatakan bahwa tidak semua kerja
kelompok bisa dianggap kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima
unsur yaitu :
a.
Saling ketergantungan positif
Keberhasilan
suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan
kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa
sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang
lain bisa mencapai tujuan mereka.
b.
Tanggung jawab Perseorangan
Unsur
ini merupakan akibat langsung dari unsur pertama, setiap siswa akan merasa
bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja
kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan tugas yang sedemikian rupa
sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya
sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
Setiap
kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan brdiskusi. Kegiatan
interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang
menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya
dari pada hasil pemikiran dari satu kepala saja. Inti dari sinergi disini
adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.
c.
Komunikasi antar anggota
Unsur ini juga mengehendaki agar
para pembelajar dibeekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum
menugaskan siswa dalam berkelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara
berkomunikasi. Karena tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan
berbicara. Sebagai contoh, ungkapan "pendapat anda itu agak berbeda dan
unik, tolong jelaskan lagi alasan anda”. Contah lain, tanggapan “hm... menarik
sekali kamu bisa memberi jawaban seperti itu, tetapi jawabanku agak
berbeda...." akan lebih menghargai orang lain daripada memvonis seprti
“jawabanmu itu salah, harusnya begini.” Keterampilan berkomunikasi dalam
kelompok juga merupakan proses yang panjang. Namun, proses ini merupakan proses
yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar
dan pembinaan perkembangan mental dan emosional siswa.
d.
Evaluasi proses kelompok
Pengajar
perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan
lebih efektif lagi. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada
kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa
kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran
3. Ciri-ciri pembelajaran Kooperatif
Menurut
Ibrahim (2000 : 6) ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
a.
Siswa bekerja dalam kelompok secara
kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
b.
Kelompok dibentuk dari siswa yang
berkemampuan tinggi, sedang dan rendah .
c.
Apabila mungkin, anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, agama, etnis dan jenis kelamin berbeda.
d.
Pembelajaran lebih berorientasi pada
kelompok dari pada individu.
4. Tujuan metode pembelajaran
kooperatif
Menurut
Depdiknas (2005:15) pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan metode
pembelajaran kooperatif, paling tidak ada tiga tujuan yang hendak dicapai
yaitu:
a. Hasil belajar
akademik
Pembelajaran
kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas akademik.
Banyak ahli berpendapat bahwa model kooperatif unggul dalam membantu siswa
dalam memahami konsep-konsep yang sulit.
b. Pengakuan
adanya keragaman
Model kooperatif bertujuan agar siswa
dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar
belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan
akademik, dan tingkat sosial.
c. Pengembangan keterampilan
sosial
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara
lain: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau
menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok.
5. Definisi Model Pembelajaran Kooperatif
STAD
Pembelajaran kooperatif tipe Student
Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan
teman-temannya di Universitas John Hopkin. Student Team Achievement Divisions
(STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.
Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan
campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis
kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim
untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.
Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat
kuis mereka tidak boleh saling membantu. Tipe pembelajaran Sebuah tim dalam
STAD merupakan sebuah kelompok terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili
heteroginitas kelas ditinjau dari kinerja, suku, dan jenis kelamin. Model
Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning yang
menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi
dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi
yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru
kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks.
6. Langkah-langkah Model Pembelajaran
Kooperatif STAD
Menurut
Nurasman (2006 : 5) menyatakan bahwa kegiatan bembelajaran Kooperatif tipe STAD
terdiri dari enam tahap:
a.
Persiapan materi dan penerapan siswa dalam
kelompok.
Sebelum
menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang
akan dipelajarai siswa dalam kelompok-kelomok kooperatif. Kemudian menetapkan
siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4 - 6 orang, aturan heterogenitas
dapat berdasarkan pada. : a). Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah)
Yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat
pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa
dengan siswa dengan tingkat prestasi seimbang : b). Jenis kelamin, latar
belakang sosial, kesenangan bawaan / sifat (pendiam dan aktif), dll.
b.
Penyajian Materi Pelajaran.
1)
Pendahuluan. Di sini perlu ditekankan
apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok dan menginformasikan hal yang
penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan
mereka pelajari. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan
metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai
persiapan untuk mengikuti tes berikutnya
2)
Pengembangan. Dilakukan pengembangan
materi yang sesuai yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Di sini siswa
belajar untuk memahami makna bukan hafalan. Pertanyaan-peranyaan diberikan
penjelasan tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka dapat
beralih kekonsep lain.
3)
Praktek terkendali. Praktek terkendali
dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyuruh siswa mengerjakan soal,
memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar
siswa selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu lama.
c.
Kegiatan kelompok.
Guru
membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa.
Isi dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif.
Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab
pertanyaan. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan
masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi.
Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu
dalam memahami materi pelajaran.
d.
Evaluasi.
Setelah kegiatan presentasi guru
dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab
tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu. Hasil evaluasi digunakan
sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan
kelompok.
e.
Penghargaan
Dari
hasil penilaian perkembangan maka penghargaan pada prestasi kelompok diberikan
dalam ketingkatan penghargaan atau persyaratan pemberian penghargaan misalnya
bagi kelompok yang mendapat rata-rata nilai dibawah ( 79-60 ) mendapatkan
penghargaan “Great Team” sedangkan bagi
kelompok yang mendapatkan rata-rata nilai (55-30) mendapatkan penghargaan
”Super Team ”.
f.
Perhitungan ulang skor awal dan
pengubahan kelompok.
Satu
periode penilaian (3 – 4 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor evaluasi
sebagai skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar
siswa dapat bekerja dengan teman yang lain.
7.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif STAD
Kelebihan model pembelajaran kooperatif STAD menurut
Davidson (dalam Nurasma, 2006:26 ) : (a). Meningkatkan kecakapan individu (b).
Meningkatkan kecakapan kelompok (c),Meningkatkan komitmen, percaya diri (d).
Menghilangkan prasangka terhadap teman sebaya dan memahami perbedaan (e). Tidak
bersifat kompetitif (f). Tidak memiliki rasa dendam dan mampu membina hubungan
yang hangat (g). Meningkatkan motivasi belajar dan rasa toleransi serta saling membantu
dan mendukung dalam memecahkan masalah.
Keunggulan dari metode pembelajaran kooperatif tipe
STAD adalah adanya kerja sama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan
kelompok ter tergantung keberhasilan individu, sehingga setiap anggota kelompok
tidak bisa menggantungkan pada anggota yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe
STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling
memotivasi saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai
prestasi yang maksimal.
Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD
menurut Slavin (dikutip oleh Nurasman :2006 ) yaitu :
a)
Siswa yang kurang pandai dan kurang
rajin akan merasa minder berkerja sama dengan teman-teman yang lebih mampu.
b)
Terjadi situasi kelas yang gaduh singga
siswa tidak dapat bekerja secara efektif dalam kelompok.
c)
Pemborosan waktu.
C.
Kerangka
Berfikir
Materi
pelajaran sejarah yang disampaikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar
dikelas merupakan konsep-konsep yang masih bersifat abstrak atau masih dalam tataran
ide atau gagasan. Untuk itu, guru sejarah dituntut untuk menjabarkan konsep
tersebut menjadi sesuatu yang lebih nyata atau konkrit, hal ini mutlak
dilakukan oleh guru agar materi pelajaran sejarah yang diterima tidak bersifat
verbalisme semata tetapi siswa betul-betul memahami materi yang diajarkan guru.
Faktor lain yang berpengaruh pada minat belajar siswa baik dari segi nilai
perilaku adalah strategi yang digunakan guru dalam mengajar. Selama ini guru
belum melaksanakan pembelajaran sejarah secara sederhana yang dapat
meningkatkan ketertarikan siswa pada proses pembelajaran sejarah. Maka untuk
menghindarkan kebosanan pada siswa dan guru dalam penelitian ini akan
menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD.
Dengan
ini diharapkan siswa akan lebih tertarik dengan mata pelajaran tersebut
kemudian keinginan untuk mempelajari pelajaran itu akan semakin tinggi sehingga
minat siswa juga akan lebih meningkat. Karena model ini membuat siswa ikut
ambil bagian dalam pembelajaran, siswa diberikan kesempatan kepada
siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain, Siswa dapat menguasai pelajaran yang
disampaikaN. Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif,
Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain. Hal itulah yang mendorong timbulnya motivasi belajar pada siswa. Tidak
hanya itu dalam proses pembelajaran diiringi pula dengan media-media
pembelajaran salah satunya media berbasis visual dan audio-visual. Media
berbasis visual dapat menumbuhkan minat siswa, adapun bentuk-bentuk visual
antara lain : gambar representasi; diagram yang melukiskan hubungan-hubungan
konsep, organisasi, dan struktur isi materi; peta yang berhubungan unsur-unsur
dalam isi materi; grafik seperti tabel, dan chart (bagan). Sedangkan bentuk
media berbasis audio-visual seperti video yang masih berkaitan dengan materi
ajar (Ahmad Fauzi, 2014 : 23)
D.
Hipotesis
Tindakan
Berdasarkan
kajian teori dan kerangka berpikir diatas, untuk menguji kebenaran penelitian
ini, penulis akan mengajukan hipotesa sebagai berikut :
H0
: Tidak ada pengaruh positif antara model
pembelajaran kooperatif jigsawdengan motivasi dan hasil belajar siswa.
Ha : Terdapat pengaruh
positif antara model pembelajaran kooperatif jigsaw dengan motivasi dan hasil
belajar siswa.

METODE
PENELITIAN
A.
Lokasi
Penelitian
Tempat
pelaksanaan penelitian ditetapkan di kelas XI IPS 2 MAN Jatiwangi sesuai dengan
jadwal pelajaran, dan sesuai kesepakatan tim peneliti dan Kepala MAN Jatiwangi.
B. Subjek Penelitian
Penelitian
ini diset untuk kelas XI IPS 2 MAN Jatiwangi, yang diselenggarakan pada
semester genap tahun akademik 2014 / 2015. Oleh karena itu subjek penelitian
adalah siswa kelas XI IPS 2 MAN Jatiwangi
C.
Prosedur
Penelitian
Prosedur
Penelitian Tindakan Kelas ini didesain untuk 3 (tiga) siklus, dimana kegiatan
setiap siklusnya meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi,
evaluasi, dan refleksi. Adapun rincian kegiatan pada setiap siklusnya diuraikan
sebagai berikut :
1.
Tahap Perencanaan
Pada tahap
perencanaan ini kegiatan yang dilakukan berupa persiapan-persiapan yang terdiri
dari :
a. Mengadakan
pertemuan, guru pelaksana tindakan dan guru pengamat berdiskusi tentang
persiapan penelitian.
b. Menyusun
rencana pelaksanaan pembrlajaran (RPP)
c. Menyiapkan
tape recorder , dan alat tulis untuk observasi dan wawancara,
d. Menetapkan
materi bahan ajar, bacaan untuk dibagikan kepada kelompok.
e. Menyiapkan
media-media yang dapat mendukung ketika pelaksanaan salah satunya dengan media
visual dan audio-visual yang berkaitan dengan materi ajar.
2.
Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan ini guru sebagai
pelaksana tindakan melakukan aktivitas pembelajaran sesuai dengan rencana
pelajaran yang telah disusun. Dimana skenario kerja tindakan meliputi :
a. Membentuk
kelompok yang anggotanya 4-6 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi,
jenis kelamin, suku dll)
b. Guru
menyajikan pelajaran baik dengan media dalam bentuk visual ataupun
audio-visual.
c. Guru
memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota
kelompoknya. Anggotanya lalu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua
anggota dalam kelompok itu mengerti.
d. Guru
memberi kuis atau pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis
tidak boleh saling membantu.
e. Memberi
evaluasi
f. Kesimpulan
dan penutup
3.
Tahap Observasi
Pada
tahap observasi ini, dilakukan observasi aktivitas guru, observasi aktivitas
siswa, dan wawancara dengan siswa. Observasi dilakukan oleh guru pengamat.
Wawancara direkam dengan tipe recorder dan dicatat dalam catatan lapangan.
4.
Evaluasi
Pada tahap evaluasi ini, dimulai dengan menggunakan
tes formatif pada setiap akhir kegiatan pembelajaran dan pemberian tes pada
setiap akhir siklus. Variabel yang diukur melalui kegiatan ini meliputi :
a.
Respon siswa kelas XI IPS 2 MAN
Jatiwangi sebagai tampilan untuk kerja yang menggambarkan apakah siswa XI IRS 2
MAN Jatiwangi telah mencapai penguasaan kompetensi pada setiap akhir kegitan
pembelajaran.
b.
Hasil belajar siswa XI IPS 2 Jatiwangi setelah mengikuti kegiatan
utuh satu siklus.
5.
Refleksi
Pada tahap ini data yang diperoleh dari hasil evaluasi kemudian dianalisi digunkan untuk merefleksi
pelaksanaan tindakan pada siklus tersebut. Hasil refleksi tersebut kemudian
digunakan untuk merencanakan tindakan pada siklus berikutnya. Prosedur, alat,
pelaku, sumber informasi, dan cara analisisnya diuraikan pada table berikut ini:
table
:
prosedur, alat pelaku,
sumber informasi, dan cara analisinya.
No
|
Prosedur
|
Alat
|
Pelaku
|
Sumber informasi
|
Cara analisis
|
1
|
Menganalisis partisipasi siswa
|
Angket dan catatan lapangan
|
Guru pelaksanaan tindakan
|
siswa
|
Analisis kualitatif untuk hasil angket dan wawancara
|
2
|
Menganalisis aktivitas guru
|
Lembar observasi, tape recorder, dan catatan
lapangan
|
Guru pengamat
|
Guru pelaksanaan tindakan
|
Analisis kuantitatif dan kualitatif
|
3
|
Menganalisis aktivitas dan respon siswa
|
Lembar observasi, angket respon siswa, tape recorder
dan catatan lapangan
|
Guru pengamat
|
siswa
|
Analisis kualitatif
|
4
|
Menganalisis Hasil belajar siswa
|
tes
|
Guru pelaksanaan tindakan
|
siswa
|
Analisis kuantitatif dan kualitatif
|
DAFTAR
PUSTAKA
Hakim Thursan. 2005. Belajar Secara Efektif. Jakarta : Pustaka Pembangungan Swadaya
Nusantara.
Habsari Sri. 2005. Bimbingan & Kons SMA Kls XII.
Jakarta : Grasindo
Nursalam. Pendidikan Dalam Keperawatan. Penerbit Salemba.
Abimanyu dan La Sulo. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Direktorat
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Chatib M. 2010.Quantum
Teahing Learning di Ruang Kelas. Bandung : Kaifa.
Rusman. 2012. Model-Model
Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Suryanti. 2008. Model-model
Pembelajaran Inofativ. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.
Depdiknas.
2005. Matematika. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
Fauzi Ahmad. 2014. Manajemen Media Pembelajaran. Cirebon
:Eduvision Publishing.
Himitsuqalbu. 2014. Definisi Hasil Belajar Menurut Para Ahli. (online), (http://himitsuqalbu.wordpress.com/2014/03/21/definisi-hasil-belajar-menurut-para-ahli/)
Dinul islam. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil.
(online),
(http://dinulislami.blogspot.com/2013/02/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-hasil.html)
Syukurbaru. 2013. Teori-teori Motivasi Menurut Para Ahli. (online),
(http://syukurbarru.blogspot.com/2013/03/teori-teori-motivasi-menurut-para-ahli.html)
Hamalik Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : PT.
Bumi Aksara
Muzzam.2012.
motivasi belajar pengertian ciri-ciri dan
upaya. (online), (http://muzzam.wordpress.com/2012/05/18/motivasi-belajar-pengertian-ciri-ciri-dan-upaya/html)
http://www.pengertianahli.com/2013/08/pengertian-model-pembelajaran.html
[1] Himitsuqalbu. 2014. Definisi Hasil Belajar Menurut Para Ahli. (online), (http://himitsuqalbu.wordpress.com/2014/03/21/definisi-hasil-belajar-menurut-para-ahli/)
[2] Dinul islam. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil.
(online), (http://dinulislami.blogspot.com/2013/02/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-hasil.html)
[3] Syukurbaru. 2013. Teori-teori Motivasi Menurut Para Ahli.
(online), (http://syukurbarru.blogspot.com/2013/03/teori-teori-motivasi-menurut-para-ahli.html)
[4]Muzzam.2012.
motivasi belajar pengertian ciri-ciri dan
upaya. (online), (http://muzzam.wordpress.com/2012/05/18/motivasi-belajar-pengertian-ciri-ciri-dan-upaya/html)
[5]http://www.pengertianahli.com/2013/08/pengertian-model-pembelajaran.html
0 komentar:
Posting Komentar