A.
Hubungan
Disiplin Ilmu-ilmu Sosial dengan Agama
Ilmu dan agama sangatlah erat kaitannya, karena orang yang banyak ilmunya
apabila tanpa di topang oleh agama semua ilmu tidak akan membawa kemaslahatan
umat. Sebagai contoh negara- negara maju yang sangat gigih mendalami ilmu dan
teknologi, tetapi sering menjadi sumber pemicu terjadinya peperangan. Begitupun
juga orang yang sangat sibuk dengan belajar agama tetapi tidak mau menggali
ilmu dan pengetahuan alam disekitar kita, maka akan mengalami kemunduran. Sedangkan
untuk mencapai kebahgiaaan akhirat haruslah banyak berbuat atau beribadah dalam
hal untuk kemajuaan umat, apa jadinya apabila semua umat manusia berkutik di
ritualitas saja, ini adalah suatu pertanyaan gambaran yang menyedihkan.
Karakteristik ajaran pada disiplin ilmu sosial sesungguhnya dapat membawa
manusia ke dalam ajaran agama islam. Karena segala aspek dalam disiplin ilmu
sosial esensinya mengarah kepada aspek ajaran agama islam yaitu habluminannas
(hubungan manusia dengan manusia) dan habluminallah (hubungan manusia dengan
Allah). Ajaran Islam dibidang ilmu sosial termasuk paling menonjol, karena
seluruh bidang ajaran Islam pada akhirnya ditujukan untuk kesejahteraan
manusia. Dalam ilmu Sosial ini, Islam dituntut untuk menjunjung tinggi sifat
tolong menolong, saling menasehati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan,
egaliter (kesamaan derajat), tenggang rasa dan kebersamaan. Itu semua merupakan
bukti bahwa disiplin ilmu sosial hubungannya dengan agama. Berikut merupakan
tabel yang menjelaskan tentang disiplin ilmu-ilmu sosial hubungannya dengan
agama.
Disiplin ilmu-imu sosial terdiri
dari berbagai macam ilmu. Secara garis besar ilmu sosial terbagi menjadi dua
bagian, yaitu ilmu yang berasal dari jagad raya dan ilmu yang berasal dari
manusia. Ilmu yang berasal dari jagad raya salah satunya adalah ilmu geografi.
Di dalam ilmu geografi diajarkan bagaimana sikap, tindak dan perilaku manusia
dalam mengenal dan menjaga bumi atau alam. Dalam agama juga, manusia disebutkan
bahwa manusia adalah kholifah fil ardhi
(pemimpin di bumi), maka manusia senantiasa harus menjaga apa saja yang ada di
dalam bumi, baik di langit, bumi, tumbuhan maupun hewan. Tidak hanya itu
apabila dalam pembelajaran ilmu tersebut manusia dituntut untuk mengahayati
semua apa yang ada, maka secara tidak langsung ilmu tersebut telah membawa kita
semakin dekat dengan Allah SWT. Dan kita pun akan sadar bahwa Allah SWT maha
besar dari segala-galanya. Dan kontribusinya, kita sebagai manusia akan
mendapatkan pahala yang berlimpah apabila kita dapat menjaganya.
Sedangkan ilmu yang berasal dari
manusia, sangat begitu banyak. Salah satunya adalah ilmu sosiologi. Sosiologi
mengajarkan kepada manusia untuk memanusiakan anak manusia, agar anak-anak
manusia pada masanya nanti siap menjalani hidup di lingkungan masyarakat. Dalam
sosiologi, aspek yang tertera jelas adalah adanya nilai-nilai dan norma-norma
yang berlaku di dalam masyarakat. Salah satu bentuk kegiatannya adalah adanya
bakti sosial, disadari atau tidak kegiatan tersebut merupakan implementasi dari
ajaran agama, bahwa kita sesama makhluk Allah senantiasa saling membantu. Dan
kontribusinya kita akan mendapatkan pahala shodaqoh.
Secara
garis besarnya bahwa ilmu tanpa agama akan hampa. Maka dari itu imbangilah ilmu
dengan agama. Dan disadari atau tidak orang-orang yang melakukan sosial buah hasilnya adalah
ajaran agama juga pahala yang berlipat ganda. Tidak hanya mulia dihadapan Allah
tapi mulia juga dihadapan manusia.
B.
Hubungan
Disiplin Ilmu-ilmu Sosial dengan Filsafat
Secara etimologis istilah “filsafat” yang merupakan padanan kata falsafah (bahasa arab) dan philosophy (bahasa inggris) dan
philosophia (bahasa yunani) yaitu philen yang
artinya cinta atau gemar, dan shopia yang
artinya kearifan atau kebijaksanaan. Berfilsafat berarti berfikir secara
mendalam. Ada beberapa pengertian filsafat, yang dikemukakan oleh para tokoh
yaitu :
1. Plato
Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni.
2. Aristoteles
Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan
penyebab-penyabab dari realitas ada.
3. Rene
descartes
Filsafat
adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal peneyelidikannya adalah
mengenai tuhan, alam, dan manusia.
4. R. Becling
Filsafat
adalah pemikiran-pemikiran bebas, diilhami oleh rasio mengenai segala sesuatu
yang timbul dari pengalaman-pengalaman.
5. Corn.
Verhoelen
Filsafat
adalah meradikalkan keheranan kesegala jurusan.
6. Arne naesaf
Filsafat terdiri dari
pandangan-pandangan yang menyeluruh, yang diungkapkan dalam pengertian.
Jadi, Filsafat merupakan hasil dari pemikiran manusia secara mendalam yang radikal, tajam, dan menukik terhadap setiap persoalan. Filsafat menggiring manusia kepengertian yang terang dan pemahaman yang
jelas. Kemudian, filsafat itu juga menuntun manusia ketindakan dan perbuatan
yang konkret berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas.
Hubungan ilmu filsafat dengan ilmu sosial sangat erat kaitannya karena ilmu
filsafat menelaah atau mempelajari masalah-masalah sosial yang timbul dan
berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu, Dalam menelaah masalah-masalah
tersebut kita harus mempunyai pengetahuan tentang segala yang ada dan merupakan
kebenaran yang asli (Plato). Dalam disiplin ilmu-ilmu sosial yang secara garis
besarnya mempelajari aspek-aspek yang berhubungan dengan manusia dan
lingkungan sosialnya. Dalam membahas ilmu sosial sebagai sumber-sumber materi
dan sumber pembelajaran IPS, esensinya maka mengarah kepada ilmu-ilmu sosial
sebagai disiplin ilmu dan masyarakat dengan lingkungannya serta
kejadian-kejadian yang berupa fakta dan data. Disiplin ilmu yang termasuk dalam
ruang lingkup IPS dewasa ini antara lain :
Ilmu-ilmu sosial ( disiplin ilmu)
|
Aspek yang menjadi proses perhatian
|
Geografi
|
Ruang
|
Ekonomi
|
Kelangkaan
|
Politik
|
Kekuasaan
dan kekuatan
|
Sejarah
|
Waktu
|
Antropologi
|
Budaya
|
Sosiologi
|
Masyarakat
|
Psikologi
sosial
|
Kejiwaan
|
Hukum
|
Aturan
|
Dari kejadian-kejadian sosial tersebut maka akan timbul berbagai pertanyaan
yang mendasari inti permasalahan sosial tersebut. Sesungguhnya ada empat hal
yang merangsang manusia untuk berfilsafat, yaitu ketakjuban, ketidakpuasan,
hasrat bertanya dan keraguan.
Banyak filsuf mengatakan bahwa yang menjadi awal manusia berfikir filsafat
ialah thaumasia (kekaguman,
keheranan, atau ketakjuban). Dalam karyanya yang berjudul metafisika, Aristoteles mengatakan bahwa karena ketakjuban manusia mulai berfilsafat.
Pada mulanya manusia takjub memandang benda-benda aneh disekitarnya,
lama-kelamaan ketakjubannya semakin terarah pada hal-hal yang lebih luas dabn
besar, seperti perubahan dan peredaran bulan, matahari, bintang-bintang, dan
asal mula alam semesta. Subjek dari adanya ketakjuban adalah manusia, karena
manusia merupakan satu-satunya makhluk yang berperasaan dan juga berakal budi.
Sedangkan objek ketakjuban itu adalah segala sesuatu yang ada dan yang dapat
diamati. Itulah sebabnya pengamatan terhadap bintang-bintang, matahari, dan
langit merangsang manusia untuk melakukan penelitian. Penelitian terhadap apa
yang diamati demi memahami hakikatnya iulah yang melahirkan filsafat.
Pengamatan yang dilakukan terhadap objek keakjuban bukanlah hanya dengan mata,
melainkan juga dengan akal budi.
Keidakpuasan. Sebelum
filsafat lahir, berbagai mitos dan mite memainkan peran yang amat penting dalam
kehidupan manusia. Berbagai mitos dan mite berupaya menjelaskan asal mula dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta serta sifat-sifat peristiwa
itu. Akan tetapi, ternyata penjelasan dan keterangan yang diberikan oleh
mitos-mitos dan mite-mite itu makin lama makin tidak memuaskan manusia.
Ketidakpuasan itu membuat manusia terus-menerus mencari penjelasan dan
keterangan yang lebih pasti dan meyakinkan.
Hasrat bertanya. Ketakjuban mausia telah melahirkan
pertanyaan-pertanyaan, dan ketidakpuasan manusia membuat pertanyaan-pertanyaan
itu tak kunjung habis. Pertanyaanlah yang membuat manusia melakukan pengamatan,
penelitian, dan penyelidikan. Ketiga hal itulah yang menghasilkan penemuan baru
yang semakin memperkaya manusia dengan pengetahuan yang terus menerus
bertambah. Karena itu, pertanyaan merupakan sesuatu yang hakiki bagi manusia.
Menurut sartre, kesadaran pada manusia senantiasa berdifat bertanya yang
sungguh-sungguh bertanya.
Keraguan. Manusia
selaku penanya mempertanyakan sesuatu dengan maksud untuk memperoleh kejelasan
dan keterangan mengenai sesuatu yang dipertanyakannya itu tentu saja hal itu berarti bahwa apa yang
dipertanyakannya itu tudak jelas atau belum terang. Jadi jelaslah terlihat
bahwa keraguanlah yang turut merangsang manusia untuk bertanya dan terus
bertanya.
Jadi, setiap disiplin ilmu khususnya disiplin ilmu sosial pasti membutuhkan
filsafat meskipun disiplin ilmu sosial telah berdiri sendiri dan dapat menjawab
dan memecahkan seluruh persoalan yang selama ini tidak dapat dijawab dan
dipecahkan baik mengenai ilmu sosial yang berkaitan tentang jagad raya ataupun
ilmu sosial yang berkaitan tentang manusia. Akan tetapi, kenyataan menunjukan
bahwa sesungguhnya ada banyak hal yang tidak dapat dijwab dan dipecahkan oleh
berbagai ilmu pengetahuan itu yaitu apabila pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
telah melampaui yang faktual dan praktis serta mengacu kepada upaya untuk
mencari kejelasan tentang seluruh realitas serta mencari akar dan asas realitas
itu sendiri, maka berbagai ilmu pengetahuan yang telah mandiri itu terpaksa
harus kembali ke induknya, yakni filsafat, untuk meminta jawabannya. Disiplin
ilmu-ilmu sosial tidak akan dapat berkembang dan bercabang jika tidak adanya
filsafat.
DAFTAR
PUSTAKA
yuniarto bambang. 2013. Pendidikan kewarganegaraan. Cirebon : CV. Pangger
bachtiar wardi. 2006. Sosiologi klasik. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
hendrik rapar jan. 1995. Pengantar filsafat. Yogyakarta : Kanisius (anggota IKAPI)